Blog
ini ditujukan hanyalah untuk berbagi..
berbagi hal yang belum sempat terucapkan lewat kata-kata dan tertumpahkan dengan tulisan,,

Memulai jejak dalam sebuah tulisan.
Menorehkan tinta sejarah hingga ia dikenal nyata.

Sejarah kehidupan dalam sebuah bingkai.
Melompati setiap ekstase dengan semangat menyala.

Walau terkadang lampu - lampu jalanan turut menghiasi medan menuju setiap tahap kemenangan, pengharapan dan sebuah pembelajaran tentang Kebijaksanaan.

Semua tertuang untuk sebuah cerita.
Cerita hidup yang aku, kau dan kita adalah pelaku setianya.
Hingga kemudian Cahaya gemilang itu mampu kau renggut, kau peluk dengan tanganmu.

Jumat, 20 Juli 2012

Menyikapi Perbedaan (Tentang puasaku kali ini yang lebih awal)

Tahun ini aku kembali merasakan suasana puasa yang berbeda. Jika pada tahun sebelumnya hari pertama puasa yang aku jalani bersamaan. Namun kali ini aku harus puasa sendirian lebih awal. Pada tahun 2011 kemarin memang tidak ada perbedaan dalam penetapan tanggal puasa, namun tahun-tahun sebelumnya sering terjadi perbedaan penetapan tanggal. Tapi puasa yang lebih awal itu aku lakonkan bersama keluarga tercinta dirumah. Tahun ini benar-benar sibuk penelitian, jadi belum mengizinkanku pulang barang sebentar.

Latar belakang dari didikan dan pemahaman keluarga inti yang taat pada keputusan Kepala Rumah tangga, Ayah, yang tergabung dalam organisasi Muhammadiyah, didukung ayah sebagai sekretaris Muhammadiyah daerah, membuatku sedikit banyak sering berbagi ilmu dan pemahaman dengan Beliau sehingga terdapat sedikit pemahaman tentang dua metode penetapan tanggal awal Ramadhan ini. Seyogyanya tentang dua cara ini pun tak patut untuk diperdebatkan, karena memang sudah ada dalil yang jelas dan mempunyai nasabnya tersendiri. Dari sekian banyak ijtihad ulama, memang tak ada yang menjadikan hal ini sebagai masalah. Namun yang banyak terbaca adalah pada keputusan akhir pemerintah dan ketaatan dari pelakunya.

Mengenai hal ini lebih lanjut, saya pun tak ingin menjadikan hal yang berbeda ini sebagai perdebatan panjang. Pledoi saya lebih suka dengan kalimat, "Innamal mu'minuna ikhwah" daripada berbantah-bantahan terhadap sesuatu yang sudah sama-sama dipahami nasabnya.

Tentang prinsip yang dianut oleh persyarikatan ini sendiri adalah dengan mengikuti perkembangan zaman kemajuan sains dan teknologi yang menyelaraskan dengan hukum-hukum Islam. Ini dikenal sebagai tarjih dan pemikiran. Apalagi tentang masalah penetapan awal Ramadhan dan Syawal, para ahli hisab yang tergabung dalam Majelsi Tarjih dan Tajdid memberikan pendapatnya dan dituangkan dalam surat keputusan pimpinan pusat Muhammadiyah.

Hukum yang ditetapkan berangkat dari dalil Al Qur'an dan As sunah Shahihah dan dari acuan pokok tersebut dikembangkan berdasarkan kaedah Ushul Fiqh. Yaitu menggunakan sistem hisab hakikiwujudul hil, artinya memperhitungkan adanya hilal pada saat matahari terbenam dan dengan dasar Al Qur'an Surah Yunus ayat 5 yang artinya:
"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui."

Dan hadist Nabi tentang ru'yah riwayat Bukhari dan Muslim,
"Berpuasalah kalian apabila melihat hilal(bulan) dan berbukalah(idul fitri) karena melihat hilal pula, jika bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah bilangan bulan Sya'ban tiga puluh hari."

Memahami hadist tersebut secara taabudi atau gairu ma'qul ma'na / tidak dapat dirasionalkan, yaitu tidak dapat diperluas dan dikembangkan sehingga ru'yah hanya dengan mata telanjang tidak boleh memakai kacamata dan teropong dan alat-alat lainnya, hal ini terasa kaku dan sulit direalisasikan. Apalagi daerah tropis yang selalu berawan ketika sore menjelang maghrib, bulan dan matahari pun tak kelihatan sehingga ru'yah gagal.

Hadist tersebut kalau diartikan dengan Ta'qul ma'na dapat dirasionalkan maka ru'yah dapat diperluas, dikembangkan melihat bulan tidak terbatas hanya dengan mata telanjang tetapi termasuk semua sarana alat ilmu pengetahuan, astronomi, hisab dan sebagainya. Sebaliknya dengan memahami bahwa hadist ru'yah itu ta'aquli ma'na maka hadist tersebut akan terjaga dan terjamin relevansinya sampai hari ini, bahkan sampai akhir zaman. Berlainan dengan masalah ibadah sepeti shalat Hari Raya, tidak dapat dirasionalkan apalagi dikompromikan karena ketentuan tersebut sudah baku dari sunnah Rasulullah SAW. Tetapi kalau menuju ke arah ibadah itu diijtihadi, misalnya berangkat haji ke Mekkah silahkan dengan transportasi modern tetapi kalau pelaksanaan hajinya sudah termasuk ibadah harus sesuai dengan As sunnah. Dengan pemahaman semacam ini hukum Islam akan tetap tampil untuk menjawab "tantangan" zaman yang terus bergulir kedepan.

Jika spirit Qur’an adalah hisab mengapa Rasulullah Saw menggunakan rukyat? Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa Az Zarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat (beralasan). Ilat perintah rukyat adalah karena ummat zaman Nabi saw adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. 
Ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim,
“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari”

Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat. Jika ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan hisab, maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan jika ilat tidak ada (sudah ada ahli hisab), maka perintah rukyat tidak berlaku lagi. Yusuf Al Qaradawi menyebut bahwa rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana. Muhammad Syakir, ahli hadits dari Mesir yang oleh Al Qaradawi disebut seorang salafi murni, menegaskan bahwa menggunakan hisab untuk menentukan bulan Qamariah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali di tempat di mana tidak ada orang mengetahui hisab.

Dengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat kalender. Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1. Dr.Nidhal Guessoum menyebut suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.

Rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari yang sama ada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat.  Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajad dan di bawah lintang selatan 60 derajad adalah kawasan tidak normal, di mana tidak dapat melihat hilal untuk beberapa waktu lamanya atau terlambat dapat melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan lingkaran artik dan lingkaran antartika yang siang pada musim panas melabihi 24jam dan malam pada musim dingin melebihi 24 jam.

Kemudian jangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam. Orang di sebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qamariah di seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya. Memang, ulama zaman tengah menyatakan bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh muka bumi. Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomis, di zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat jelas pendapat semacam ini tidak dapat dipertahankan.

Temu pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam (Ijtima’ al Khubara’ as Sani li Dirasat Wad at Taqwimal Islami) tahun 2008 di Maroko dalam kesimpulan dan rekomendasi (at Taqrir al Khittami wa at Tausyiyah) menyebutkan: “Masalah penggunaan hisab: para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan Qamariah di kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan Qamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat”.

Dengan demikian begitulah sedikit banyaknya penjelasan dalam penentuan awal bulan memakai sistem hisab berdasarkan wujudul hilal. Andai kata ketentuan hisab berbeda dengan pengumuman pemerintah, apakah melanggar ketentuan pemerintah? atau melanggar Al qur'an surah Annisa ayat 59 "Athiullah wa athi'u ar rasul wa ulil amriminkum"
Tidaklah demikian sesungguhnya, keputusan ini tidak melanggar ketentuan pemerintah dalam soal ketaatan beragama, sebab pemerintah membuat pengumuman bahwa Hari Raya tanggal sekian dan bagi ummat Islam yang merayakan hari raya berbeda berdasarkan keyakinnanya, maka dipersilahkan dengan sama-sama menghormatinya. Jadi pemerintah sendiri sudah menyadari dan mengakomodir perbedaan tersebut. Dalam tiga kitab termasuk kitab Riwayat Tarbawi bahwa adanya ketentuan dengan hisab ini dipersilahkan jika yakin pada ilmu yang telah ditetapkan untuk pribadi dan keyakinannya, namun tidak untuk pelaksanaan umum yang diserahkan pada keputusan pemerintah.

Seyogyanya perbedaan ini pun tidak untuk menjadikan diri menjadi lebih arogan dan melupakan masalah yang lebih substansial. Sekarang dalam bulan ini, meriahnya Ramadhan dengan menegakkan kebaikan dan memerangi kemungkaran adalah lebih utama. Masih banyak masyarakat bahkan keluarga kita yang belum paham terhadap indahnya kehadiran bulan Mulia ini, sehingga menjalaninya dengan sekenanya saja atau bahkan tidak punya rasa takut sedikitpun untuk berbuka sebelum waktunya.

Semoga kita semua adalah golongan orang-orang yang kelak mendapat Rahmat-Nya. Bersaudara dan Menegakkan kalimatullah walau dalam berbagai perbedaan dan golongannya. Jalannya bisa jadi berbeda-beda, tapi tujuan dan prinsip tetap Allah dan Rasul sebagai yang Utama. 
Wallahu'alam..




Yaumul Jumu'ah, 20 Juli 2012

5 komentar:

  1. sama.. tapi bedanya ane puasa hari ini dengan keluarga..
    alhamdulillah innamal mu'minuna ikhwah

    BalasHapus
  2. Siip... Insyaallah..:)
    Innamal mu'minuna ikhwah :)..

    BalasHapus
  3. Sama mb dgn saye...
    sendirian, jauh dari kluarga,,, huhu

    BalasHapus