“aku tak lagi
mengharapkanmu, maka kau bebas. Dan aku tak akan mengganggu kehidupanmu lagi..”
bibirku gemetar, aliran darah ditubuh kurasakan sangat hangat, lantas aku
berbalik dan berlari meninggalkannya sendiri di bangku taman dekat danau. Aku berlari sekencang-kencangnya, sejauh –jauhnya,
tak peduli lagi apakah ia akan bertingkah seperti apa. Hingga aku tak sanggup
lagi berlari dibuatnya. Di pohon pillow aku terhenti, meluapkan segala tangis
yang tertahan sedari tadi. Aku menangis bak anak kecil, air mataku mengalir
dari mata ke pipi, hingga membasahi baju dan celana dasarku, dan menetes ke tanah
merah yang ada di sana. Biarlah ia menjadi saksi kepiluanku hari ini. Aku
merasa sangat lemah kali ini, hanya ucapan dzikir yang aku lafaskan dibibirku,
aku merasa betapa Allah mencintaiku dengan menghadirkan cobaan seperti ini. Meski
aku tahu, ia tak akan pernah sadar pada apa yang aku lakukan, aku menemuinya
tadi jauh dari tempat ia bernaung, dan aku hanya dapat mengatakannya dengan
sangat pelan, dari balik bayangnya sekalipun tak kan mampu mengenaliku, karena
memang aku bukanlah siapa-siapa..
***
Zeila
Kurasa matahari
tlah hampir hilang dari peraduannya. Hapalanku hampir selesai. Namun masih
banyak hapalan lagi yang mesti kumuroja’ah, lagi-lagi mengulang Ar Rahman,
entah kenapa, aku suka sekali dengan ayat ini, aku selalu berlinang air mata
setiap selesai membacanya. Di tepi danau ini, diatas bangku kecil ini, aku suka
sekali menghabiskan waktu luang disini, entah sekedar membaca, menulis ataupun
menghafalkan sebaris ayat tentang keAgungannya. Aku malu saja jika hanya
sebatas menikmati keindahan cita-Nya tapi tidak berbuat apa-apa.. “ah,danau eq,
engkau tetap seperti yang dulu..sejak pertama kali aku merantau kesini, kau
masih saja terlihat bening, kau masih saja setia memantulkan cahaya senja yang
sangat indah.. seperti biasa, aku harus pulang..” aku menyunggingkan senyum
kemudian bergegas memasukkan buku-buku yang tadi kukeluarkan dari tas.
***
Fatir
Sore ini aku
bertemu Imran. Ia akan mengantarkan buku-bukunya yang sempat ia pinjam.
“akhi, sudah mantap
ingin pindah? Kampus masih membutuhkanmu akhi.”
“ane hanya
pindah kota saja akh, seberapa jauhkah jarak antara kampus dengan kota yang
hendak kutinggali nanti? Insyaallah masih bias diatasi akh..” aku tersenyum dan
menepuk pundaknya.
“baiklah akh,
ane percaya dengan antum..oh iya, ngomong –ngomong bagaimana dengan usaha yang
sedang ente jalani saat ini?”
“ya tidak
masalah akh, usaha itu kan bisa di virtualkan saja via net misal, atau banyak
yang udah pake via broadcast BB , pasarnya bisa semakin luas kan akh..” aku
tersenyum meyakinkannya
“oh ya,
subhanallah, antum memang sahabat ane yang gigih dan cerdas. Berdoa yang
terbaiklah buat antum..”
“aamiin, mohon
doanya selalu akh. Semoga Berkah Allah pun senantiasa menyertai antum..”
Imran menjabat
tanganku erat, ditariknya tubuhku hingga berangkulan sangat erat. Seerat ukhuwah
yang telah sekian lama kami bina bersama.
Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla. (HR. Ahmad)
***
Zeila
Aku masih terus
saja berkutat dengan skripsiku yang mesti deadline lusa, hingga hampir seharian
aku mengabaikan makan. Aku lupa jika gas dikosanku ternyata sudah habis, untuk
membeli gas mesti keluar agak jauh, jadi aku tak sempat lagi memasak. Baru kusadari
ketika badanku terasa lemas dan tidak enak pada pencernaannya. Tak lama
handphoneku berdering, panggilan masuk dari Ibu. Ah, Ibu selalu memiliki fell yang bagus, Beliau tahu jika anaknya
mesti rajin untuk diingatkan makan disaat seperti ini. Aku hanya mengiyakan dan
mengambil “seragam dinas”ku untuk bergegas membeli lauk diluar. Sementara laptop
masih kubiarkan hidup karena jarak warung dan kosan memang tidak terlalu jauh.
Selesai dengan
perhatianku pada pencernaan, kini aku kembali lagi ke depan layar laptopku. Sejenak
menunggu loading kulihat layar
twitter dan FB untuk melihat pemberitahuan dan berita teranyar sekarang ini. Dan
tak sengaja aku terbaca pada status salah seorang yang sempat aku kenal dulu,
bukan saja aku kenal tapi…ah, sudahlah, biarlah ia berlalu gumamku. Cepat-cepat
ku buka kembali pencarian googling,
oke, akhirnya e-book yang aku cari
berhasil ku log-in.
Kulihat jam di
dinding sudah pukul lima sore. Aku harus sudah berhenti, pikirku. Sebelum bersiap-siap
ma’tsurot, kubuka blogku yang sudah beberapa minggu ini tak terisi. Kubaca kembali
tulisan-tulisan lama yang pernah kumuat, hingga aku terbaca pada sebuah tulisan
tentang hal yang dulu pernah aku rasa, pernah terjadi, tentang seseorang yang
sempat mengganggu pikiran ini, tentang hati yang sempat goyah. Walau masih
terasa perih, namun ternyata Kasih sayang Allah itu teramat besar, ia timpakan
rasa pada seseorang yang menjadi kekasih-Nya pula, rasa itu tak berlanjut nista,
tak ternoda, bahkan ia masih tersimpan rapi tanpa harus diketahui. Namun semua
tentang rasa itu telah aku relakan kepada-Nya.
Aku malu pada
belahan jiwaku nanti jika ada orang lain yang sempat mengisi hatiku sebelum
dirinya. Alangkah bahagianya ia jika hati ini hanya untuk meraih keridhoan
Allah bersamanya. Maka Biarlah Allah yang mendiangi hati ini
sebesar-sebesarnya. Kupikir akan lebih mulia dan indah, jika cinta yang aku
berikan kepada yang lain itu hanya karena cinta kepada-Nya.
15 menit waktu melewati
pukul lima, aku bergegas membersihkan diri dan menyambut hadirnya malam yang
menutupi cahaya siang. Kutolehkan pandanganku ke jendela, kurasakan aroma angin,
begitu mesranya ia dengan senja, begitu romantisnya ia bersama daun-daun kering
yang patah. Menari dan berputar bak sedang berdansa. Kau tahu senja, angin tak
pernah cemburu pada kecantikanmu, karena ternyata kecantikanmu itu tlah membuat
ia semakin lembut dan sempurna.
Nabi Muhammad saw bersabda, “Allah swt. berfirman, ‘Pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang yang mencintai karena Aku, keduanya saling berkunjung karena Aku, dan saling memberi karena Aku’.” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwaththa’)
***
Fatir
“Alhamdulilah,
ente dipanggil bos ke Makassar akh?!”
“Ane mesti buka
cabang baru disana akh. Itu yang ngundang temen ane dulu di SMA, sekarang ternyata
beliau udah jadi bisnis-men juga, ya hitung-hitung kerja sama lah.”
“Sip! Jangan lupa
oleh-olehnya ya akh. Hehe. Tapi yang terpenting semoga ruhiyahmu tetap terjaga”
“Insyaallah. Jazakallahu
kahiran katsiiran sahabatku. Ane akan merindukan antum semua”
Sesungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah (lelah) dalam mencari rezeki yang halal. (HR. Ad-Dailami)
***
Zeila
“apa ukhti, anti
sudah siap nikah? Kapan? Subhanallah… cie mb, doa mb terkabul juga untuk
mendengarkan kabar bahagia..”
“ukhti.. ana
memang sudah siap menikah jika ada yang hendak mengkhitbah dan sesuai dengan
kriteria agama. Kok ditanya kapan?” wajahku bersemu malu karena terus-terusan
merasa disindir, kulihat ekspresi Ummu Ahmad, ia hanya menyunggingkan senyum
melihat tingkah jundinya.
“jadi gimana
ukh? Kumpulin lah sama mbak proposalmu..hehe. gimana mbak??” kulihat Sena cekikikan
senang temannya ini jadi bulan-bulanan, duh, ada-adaaa aja.
“ya, tenang saja, sabar, Insyaallah beliau datang
sendiri kok kalau memang sudah waktunya” jawab Ummu Ahmad santai sambil
tersenyum kecil.
Aku benar- benar
malu. Tapi ya beginilah kalau masalah ini sudah terbahas, senstitif sekali. Aku
rasa hal seperti ini pun tak bisa dijadikan bahan mainan atau olok-olokan. Menikah
itu adalah ibadah yang sunnah bahkan bisa menjadi wajib, terlengkapilah sudah
separuh agama lantaran menikah. Menjadi sepenuhnya wanita sholehah, menjadi ibu
yang memiliki jundi-jundi pembela agama pun dengan menikah. Aku benar-benar
serius jika membahas hal ini, tidak untuk main-main. Keputusanku untuk menikah
dengan targetan umur terbilang muda pun dengan segala pertimbangan yang masak
dan sudah dengan keputusan yang harus kupilih apapun resikonya nanti ketika
kelak mengizinkan orang lain memasuki pintu hati. Namun aku juga tak ingin
gegabah jika pun rencana Allah ternyata berbeda. Aku hanya ingin memantaskan
diri saja, memang tidak ada makhluk sempurna, namun Allah lebih menyukai
hamba-Nya yang terus berusaha memperbaiki dirinya ketimbang hanya berkata.
“Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku”
(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)
***
Fatir
“akhi,
alhamdulilah antum sudah kembali! Bagaimana bisnis antum? Sudah kelar disana
akh? Subhanallah, antum sering diundang untuk ngisi dan jadi Motivator juga ya
disana! ”
“Alhamdulillah
Allah tidak akan segan-segan membukakan pintu rahmat-Nya selagi kita rajin dan
tekun berharap pada-Nya”
“ane dengar
antum juga tidak megang cabang lagi yang disana?”
“Alhamdulillah akh, bisnis disana ane hibahkan dengan yayasan anak yatim disana. Biar mereka yang kelola. Ane tak akan ingin lupakan dakwah. Biarlah ane kelola yang disini saja”
“Alhamdulillah akh, bisnis disana ane hibahkan dengan yayasan anak yatim disana. Biar mereka yang kelola. Ane tak akan ingin lupakan dakwah. Biarlah ane kelola yang disini saja”
“toyib, toyib..”
Imran membulatkan matanya yang berkaca-kaca
“akh, ane ingin
ketemu guru kita sore ini. Beliau masih disana kan?”
“iya akh masih, perlu ane temeni?”
“iya akh masih, perlu ane temeni?”
“hm tidak
apa-apa akh, biar ane sendiri saja. Ada yang mesti ane bicarakan dengan beliau”
“baik akh. Semoga lancar”
“baik akh. Semoga lancar”
***
“gimana Fatir, yah
Alhamdulillah ane senang antum sudah kembali. Ada lagi yang hendak antum
tanyakan?”
“em afwan ustadz
sebelumnya. Ane hanya bingung, doa sudah maksimal, sedekah, usaha, dll yang biarlah
jadi urusan ane dan Allah, ya..”
“ya teruskan,
ane sudah pernah mendengar cerita tentang antum dari sahabat-sahabatmu yang
lain”
“iya ustdz, tapi
mengapa ane belum bisa mencapai titik anugerah kehidupan itu ustadz? Sehingga ane
benar-benar akan bermanfaat bagi masyarakat dan orang banyak? Masih ada yang
ngeganjal rasanya sejauh-jauh ane berusaha. Belum jadi miliyarder juga nih
tadz.he” guyonku pelan
“haha..” ustadz
Salahudin tertawa kecil sehingga hanya gigi depannya saja yang terlihat
“memang ada satu
hal yang antum lupakan sampai saat ini. Dan memang hanya tinggal satu itu yang belum antum lakukan dalam
memperluas usaha, menjemput rezeki” ustadz tersenyum simpul.
“apa itu ustadz?”
“Menikahlah”
“Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : 1. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. 2. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. 3. Pemuda / I yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)
“Wahai generasi muda! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
***
Zeila
“Kita tutup
pertemuan kita kali ini dengan lafas Hamdallah. Alhamdulillah… Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.”
Kupeluk dan
kutatap satu-satu wajah-wajah sahabatku yang begitu bercahaya. Inilah ukhuwah,
hati yang disatukan oleh Alah terasa begitu berbeda getarannya. Iramanya selalu
sampai pada ingatan dan hati ketika membersamai mereka dalam robhitoh
kepada-Nya.
“Zeila, anti
jangan pulang dulu. Ada yang hendak mbak bicarakan..”
“baik mb..”
***
“mb senang
kemarin ternyata ada yang telah siap menikah dari adik-adik mbak..yaitu kamu
Zeila. Mbak hanya ingin bertanya sekali lagi. Apakah anti memang benar-benar
sudah mantap jika seumpamanya ada ikhwan yang baik akhlaknya mengkhitbah anti?”
“Insyaallah
mbak, Lillahita’ala..” nadaku mantap namun masih bingung akan pertanyaan Ummu
Ahmad barusan.
“baik. Bismillah…ada
ikhwan yang hendak mengkhitbah seorang akhwat yang telah siap menikah. Dan sekarang
mbak sudah menemukan orangnya dihadapan mbak sekarang..”
“Ana mbak? Zeila?”
“iya, kenapa
dek?”
“sebelum mbak katakan
siapa orangnya, bolehkah ana minta izin diberi waktu dua hari untuk benar-benar
memantapkan hati ini dulu mbak, Lillahita’ala.. Ana tidak ingin ada sedikit
saja celah bagi syaiton jika ana sudah mengetahui orangnya sedang keimanan ana
belumlah siap.”
“baiklah adikku,
mbak tidak akan memaksa, namun ikhwan ini hanya akan memberikan batas waktu
tiga hari untuk berpikir bagi akhwat yang hendak dinikahinya. Maka,
matangkanlah”
“toyib mbak,
Insyaallah…”
***
Sepanjang malam aku
terus-terusan bermesra dalam sujud panjang kepada-Nya. Hatiku bimbang, hatiku
meminta kemantapan, kekuatan dari-Nya. Aku tahu ini adalah saat yang juga telah
kunantikan sejak lama. Namun aku ingin melibatkan Allah saja dalam mengambil
setiap keputusan yang ada. Aku tak ingin sia, yang aku inginkan hanyalah
keridhoan dan keberkahan dari-Nya.
Dua malam ini aku
terus bermimpi hal yang sama, aku bermimpi keluargaku dipersatukan dengan
keluarga yang baru, yang tak pernah aku bertemu sebelumnya. Inilah jawaban
mimpiku.. Ya Rabbi, bimbinglah hati ini, bimbinglah nafas ini, bimbimnglah
langkah ini. Bismillah…
***
Dua hari
berikutnya aku menemui Ummu Ahmad atas janji menyampaikan kemantapan hati. Beliau
tersenyum bahagia menyambut kehadiranku. Sebuah foto dan nama ia sodorkan
kepadaku..
“Zeila,
Insyaallah anti kenal siapa ikwannya..”
Kubuka dengan
sangat hati-hati dan perlahan, tak henti-hentinya dzikir dan nafas panjang
terhela dari bibirku. Nama yang tertulis dengan huruf kapital itu adalah
FATIR ALKHINDI
Lengkap dengan
fotonya yang semakin meyakinkan aku bahwa itu memang ia. Allahu akbar! Pekikku dalam
hati. Aku menangis sejadi-jadinya dan tak mengira, beginilah takdir Allah dilakonkan
pada hamba-Nya..
“Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau senangi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putrimu). Jika kamu tidak menerima (lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan kerusakan yang luas” ( H.R. At-Turmidzi)
***
Fatir & Zeila
“Saya terima
nikahnya Zeila binti Aminuddin dengan maskawin dibayar tunai”
“Syah?”
“Syah!”
“Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang isterinya (dengan kasih & sayang) dan isterinya juga memandang suaminya (dengan kasih & sayang), maka Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih & sayang. Dan apabila seorang suami memegangi jemari isterinya (dengan kasih & sayang) maka berjatuhanlah dosa-dosa dari segala jemari keduanya”
(HR. Abu Sa’id)
****
Sebelum itu, ingatlah. Cerita ini hanyalah fiktif belaka (benar-benar karangan penulis, agar dapat diambil pesannya). Wallahu'alam jika nanti ada yang sama atau menyamai kisahnya dengan cerita.hehe.
Ibrohnya,
sahabat sekalian tentulah lebih paham dari pada saya. Semua takdirmu itu tidak
akan kemana-mana. Niatkan saja semua karena Allah. Kau masih ingat tentang
mesranya angin dan senja? Tak perlulah bingung dengan takdir yang akan IA
lakonkan pada hamba-Nya, tak perlulah cemburu pada takdir orang lain yang kita
belum melewatinya. Tak perlu takut jika IA menghendaki segalanya menjadi nyata.
Karena Allah lah yang menjadi tujuan atas segalanya, karena Islam yang akan
kita tegakkan menjadi panji-panji dakwah di kemudian hari. Maka, berbanggalah,
berbahagialah. Atas jiwa-jiwa yang mencintai Rabb-Nya dengan sempurna…
(menulis
ini dengan berurai air mata jiwa, karena saya masih sangat jauh dari sempurna, masih
sangat rendah amalannya, masih sangat labil Imannya..)
nice quote:
“Kau tahu senja, angin tak pernah cemburu
pada kecantikanmu, karena ternyata kecantikanmu itu lah yang membuat angin
semakin lembut dan sempurna.”
“memang ada satu hal yang antum lupakan sampai saat ini. Dan memang hanya tinggal satu itu yang belum antum lakukan dalam memperluas usaha, menjemput rezeki” ustadz tersenyum simpul.
“apa itu ustadz?”
“Menikahlah”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar