Blog
ini ditujukan hanyalah untuk berbagi..
berbagi hal yang belum sempat terucapkan lewat kata-kata dan tertumpahkan dengan tulisan,,

Memulai jejak dalam sebuah tulisan.
Menorehkan tinta sejarah hingga ia dikenal nyata.

Sejarah kehidupan dalam sebuah bingkai.
Melompati setiap ekstase dengan semangat menyala.

Walau terkadang lampu - lampu jalanan turut menghiasi medan menuju setiap tahap kemenangan, pengharapan dan sebuah pembelajaran tentang Kebijaksanaan.

Semua tertuang untuk sebuah cerita.
Cerita hidup yang aku, kau dan kita adalah pelaku setianya.
Hingga kemudian Cahaya gemilang itu mampu kau renggut, kau peluk dengan tanganmu.

Rabu, 04 Juli 2012

Fatir & Zeila (Kisah Fiktif yang semoga bisa diambil Pesannya)


Fatir
“aku tak lagi mengharapkanmu, maka kau bebas. Dan aku tak akan mengganggu kehidupanmu lagi..” bibirku gemetar, aliran darah ditubuh kurasakan sangat hangat, lantas aku berbalik dan berlari meninggalkannya sendiri di bangku taman dekat danau.  Aku berlari sekencang-kencangnya, sejauh –jauhnya, tak peduli lagi apakah ia akan bertingkah seperti apa. Hingga aku tak sanggup lagi berlari dibuatnya. Di pohon pillow aku terhenti, meluapkan segala tangis yang tertahan sedari tadi. Aku menangis bak anak kecil, air mataku mengalir dari mata ke pipi, hingga membasahi baju dan celana dasarku, dan menetes ke tanah merah yang ada di sana. Biarlah ia menjadi saksi kepiluanku hari ini. Aku merasa sangat lemah kali ini, hanya ucapan dzikir yang aku lafaskan dibibirku, aku merasa betapa Allah mencintaiku dengan menghadirkan cobaan seperti ini. Meski aku tahu, ia tak akan pernah sadar pada apa yang aku lakukan, aku menemuinya tadi jauh dari tempat ia bernaung, dan aku hanya dapat mengatakannya dengan sangat pelan, dari balik bayangnya sekalipun tak kan mampu mengenaliku, karena memang aku bukanlah siapa-siapa..
***

Zeila
Kurasa matahari tlah hampir hilang dari peraduannya. Hapalanku hampir selesai. Namun masih banyak hapalan lagi yang mesti kumuroja’ah, lagi-lagi mengulang Ar Rahman, entah kenapa, aku suka sekali dengan ayat ini, aku selalu berlinang air mata setiap selesai membacanya. Di tepi danau ini, diatas bangku kecil ini, aku suka sekali menghabiskan waktu luang disini, entah sekedar membaca, menulis ataupun menghafalkan sebaris ayat tentang keAgungannya. Aku malu saja jika hanya sebatas menikmati keindahan cita-Nya tapi tidak berbuat apa-apa.. “ah,danau eq, engkau tetap seperti yang dulu..sejak pertama kali aku merantau kesini, kau masih saja terlihat bening, kau masih saja setia memantulkan cahaya senja yang sangat indah.. seperti biasa, aku harus pulang..” aku menyunggingkan senyum kemudian bergegas memasukkan buku-buku yang tadi kukeluarkan dari tas.
***

Fatir
Sore ini aku bertemu Imran. Ia akan mengantarkan buku-bukunya yang sempat ia pinjam.
“akhi, sudah mantap ingin pindah? Kampus masih membutuhkanmu akhi.”
“ane hanya pindah kota saja akh, seberapa jauhkah jarak antara kampus dengan kota yang hendak kutinggali nanti? Insyaallah masih bias diatasi akh..” aku tersenyum dan menepuk pundaknya.
“baiklah akh, ane percaya dengan antum..oh iya, ngomong –ngomong bagaimana dengan usaha yang sedang ente jalani saat ini?”
“ya tidak masalah akh, usaha itu kan bisa di virtualkan saja via net misal, atau banyak yang udah pake via broadcast BB , pasarnya bisa semakin luas kan akh..” aku tersenyum meyakinkannya
“oh ya, subhanallah, antum memang sahabat ane yang gigih dan cerdas. Berdoa yang terbaiklah buat antum..”
“aamiin, mohon doanya selalu akh. Semoga Berkah Allah pun senantiasa menyertai antum..”
Imran menjabat tanganku erat, ditariknya tubuhku hingga berangkulan sangat erat. Seerat ukhuwah yang telah sekian lama kami bina bersama.

Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli).  Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang  mujahid di jalan Allah Azza wajalla. (HR. Ahmad)
***

Zeila
Aku masih terus saja berkutat dengan skripsiku yang mesti deadline lusa, hingga hampir seharian aku mengabaikan makan. Aku lupa jika gas dikosanku ternyata sudah habis, untuk membeli gas mesti keluar agak jauh, jadi aku tak sempat lagi memasak. Baru kusadari ketika badanku terasa lemas dan tidak enak pada pencernaannya. Tak lama handphoneku berdering, panggilan masuk dari Ibu. Ah, Ibu selalu memiliki fell yang bagus, Beliau tahu jika anaknya mesti rajin untuk diingatkan makan disaat seperti ini. Aku hanya mengiyakan dan mengambil “seragam dinas”ku untuk bergegas membeli lauk diluar. Sementara laptop masih kubiarkan hidup karena jarak warung dan kosan memang tidak terlalu jauh.

Selesai dengan perhatianku pada pencernaan, kini aku kembali lagi ke depan layar laptopku. Sejenak menunggu loading kulihat layar twitter dan FB untuk melihat pemberitahuan dan berita teranyar sekarang ini. Dan tak sengaja aku terbaca pada status salah seorang yang sempat aku kenal dulu, bukan saja aku kenal tapi…ah, sudahlah, biarlah ia berlalu gumamku. Cepat-cepat ku buka kembali pencarian googling, oke, akhirnya e-book yang aku cari berhasil ku log-in.

Kulihat jam di dinding sudah pukul lima sore. Aku harus sudah berhenti, pikirku. Sebelum bersiap-siap ma’tsurot, kubuka blogku yang sudah beberapa minggu ini tak terisi. Kubaca kembali tulisan-tulisan lama yang pernah kumuat, hingga aku terbaca pada sebuah tulisan tentang hal yang dulu pernah aku rasa, pernah terjadi, tentang seseorang yang sempat mengganggu pikiran ini, tentang hati yang sempat goyah. Walau masih terasa perih, namun ternyata Kasih sayang Allah itu teramat besar, ia timpakan rasa pada seseorang yang menjadi kekasih-Nya pula, rasa itu tak berlanjut nista, tak ternoda, bahkan ia masih tersimpan rapi tanpa harus diketahui. Namun semua tentang rasa itu telah aku relakan kepada-Nya.

Aku malu pada belahan jiwaku nanti jika ada orang lain yang sempat mengisi hatiku sebelum dirinya. Alangkah bahagianya ia jika hati ini hanya untuk meraih keridhoan Allah bersamanya. Maka Biarlah Allah yang mendiangi hati ini sebesar-sebesarnya. Kupikir akan lebih mulia dan indah, jika cinta yang aku berikan kepada yang lain itu hanya karena cinta kepada-Nya.

15 menit waktu melewati pukul lima, aku bergegas membersihkan diri dan menyambut hadirnya malam yang menutupi cahaya siang. Kutolehkan pandanganku ke jendela, kurasakan aroma angin, begitu mesranya ia dengan senja, begitu romantisnya ia bersama daun-daun kering yang patah. Menari dan berputar bak sedang berdansa. Kau tahu senja, angin tak pernah cemburu pada kecantikanmu, karena ternyata kecantikanmu itu tlah membuat ia semakin lembut dan sempurna.

Nabi Muhammad saw bersabda, “Allah swt. berfirman, ‘Pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang yang mencintai karena Aku, keduanya saling berkunjung karena Aku, dan saling memberi karena Aku’.” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwaththa’)
***

Fatir
“Alhamdulilah, ente dipanggil bos ke Makassar akh?!”
“Ane mesti buka cabang baru disana akh. Itu yang ngundang temen ane dulu di SMA, sekarang ternyata beliau udah jadi bisnis-men juga, ya hitung-hitung kerja sama lah.”
“Sip! Jangan lupa oleh-olehnya ya akh. Hehe. Tapi yang terpenting semoga ruhiyahmu tetap terjaga”
“Insyaallah. Jazakallahu kahiran katsiiran sahabatku. Ane akan merindukan antum semua”

Sesungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah (lelah) dalam mencari rezeki yang  halal. (HR. Ad-Dailami)
***

Zeila
“apa ukhti, anti sudah siap nikah? Kapan? Subhanallah… cie mb, doa mb terkabul juga untuk mendengarkan kabar bahagia..”
“ukhti.. ana memang sudah siap menikah jika ada yang hendak mengkhitbah dan sesuai dengan kriteria agama. Kok ditanya kapan?” wajahku bersemu malu karena terus-terusan merasa disindir, kulihat ekspresi Ummu Ahmad, ia hanya menyunggingkan senyum melihat tingkah jundinya.
“jadi gimana ukh? Kumpulin lah sama mbak proposalmu..hehe. gimana mbak??” kulihat Sena cekikikan senang temannya ini jadi bulan-bulanan, duh, ada-adaaa aja.
 “ya, tenang saja, sabar, Insyaallah beliau datang sendiri kok kalau memang sudah waktunya” jawab Ummu Ahmad santai sambil tersenyum kecil.

Aku benar- benar malu. Tapi ya beginilah kalau masalah ini sudah terbahas, senstitif sekali. Aku rasa hal seperti ini pun tak bisa dijadikan bahan mainan atau olok-olokan. Menikah itu adalah ibadah yang sunnah bahkan bisa menjadi wajib, terlengkapilah sudah separuh agama lantaran menikah. Menjadi sepenuhnya wanita sholehah, menjadi ibu yang memiliki jundi-jundi pembela agama pun dengan menikah. Aku benar-benar serius jika membahas hal ini, tidak untuk main-main. Keputusanku untuk menikah dengan targetan umur terbilang muda pun dengan segala pertimbangan yang masak dan sudah dengan keputusan yang harus kupilih apapun resikonya nanti ketika kelak mengizinkan orang lain memasuki pintu hati. Namun aku juga tak ingin gegabah jika pun rencana Allah ternyata berbeda. Aku hanya ingin memantaskan diri saja, memang tidak ada makhluk sempurna, namun Allah lebih menyukai hamba-Nya yang terus berusaha memperbaiki dirinya ketimbang hanya berkata.

“Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku” 
(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)
***

Fatir
“akhi, alhamdulilah antum sudah kembali! Bagaimana bisnis antum? Sudah kelar disana akh? Subhanallah, antum sering diundang untuk ngisi dan jadi Motivator juga ya disana! ”
“Alhamdulillah Allah tidak akan segan-segan membukakan pintu rahmat-Nya selagi kita rajin dan tekun  berharap pada-Nya”
“ane dengar antum juga tidak megang cabang lagi yang disana?”
“Alhamdulillah akh, bisnis disana ane hibahkan dengan yayasan anak yatim disana. Biar mereka yang kelola. Ane tak akan ingin lupakan dakwah. Biarlah ane kelola yang disini saja”
“toyib, toyib..” Imran membulatkan matanya yang berkaca-kaca
“akh, ane ingin ketemu guru kita sore ini. Beliau masih disana kan?”
“iya akh masih, perlu ane temeni?”
“hm tidak apa-apa akh, biar ane sendiri saja. Ada yang mesti ane bicarakan dengan beliau”
“baik akh. Semoga lancar”
***
“gimana Fatir, yah Alhamdulillah ane senang antum sudah kembali. Ada lagi yang hendak antum tanyakan?”
“em afwan ustadz sebelumnya. Ane hanya bingung, doa sudah maksimal, sedekah, usaha, dll yang biarlah jadi urusan ane dan Allah, ya..”
“ya teruskan, ane sudah pernah mendengar cerita tentang antum dari sahabat-sahabatmu yang lain”
“iya ustdz, tapi mengapa ane belum bisa mencapai titik anugerah kehidupan itu ustadz? Sehingga ane benar-benar akan bermanfaat bagi masyarakat dan orang banyak? Masih ada yang ngeganjal rasanya sejauh-jauh ane berusaha. Belum jadi miliyarder juga nih tadz.he” guyonku pelan
“haha..” ustadz Salahudin tertawa kecil sehingga hanya gigi depannya saja yang terlihat
“memang ada satu hal yang antum lupakan sampai saat ini. Dan memang hanya tinggal satu itu yang belum antum lakukan dalam memperluas usaha, menjemput rezeki” ustadz tersenyum simpul.
“apa itu ustadz?”
“Menikahlah”

Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : 1. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. 2. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. 3. Pemuda / I yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)


“Wahai generasi muda! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
***

Zeila
“Kita tutup pertemuan kita kali ini dengan lafas Hamdallah. Alhamdulillah… Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
Kupeluk dan kutatap satu-satu wajah-wajah sahabatku yang begitu bercahaya. Inilah ukhuwah, hati yang disatukan oleh Alah terasa begitu berbeda getarannya. Iramanya selalu sampai pada ingatan dan hati ketika membersamai mereka dalam robhitoh kepada-Nya.
“Zeila, anti jangan pulang dulu. Ada yang hendak mbak bicarakan..”
“baik mb..”
***
“mb senang kemarin ternyata ada yang telah siap menikah dari adik-adik mbak..yaitu kamu Zeila. Mbak hanya ingin bertanya sekali lagi. Apakah anti memang benar-benar sudah mantap jika seumpamanya ada ikhwan yang baik akhlaknya mengkhitbah anti?”
“Insyaallah mbak, Lillahita’ala..” nadaku mantap namun masih bingung akan pertanyaan Ummu Ahmad barusan.
“baik. Bismillah…ada ikhwan yang hendak mengkhitbah seorang akhwat yang telah siap menikah. Dan sekarang mbak sudah menemukan orangnya dihadapan mbak sekarang..”
“Ana mbak? Zeila?”
“iya, kenapa dek?”
“sebelum mbak katakan siapa orangnya, bolehkah ana minta izin diberi waktu dua hari untuk benar-benar memantapkan hati ini dulu mbak, Lillahita’ala.. Ana tidak ingin ada sedikit saja celah bagi syaiton jika ana sudah mengetahui orangnya sedang keimanan ana belumlah siap.”
“baiklah adikku, mbak tidak akan memaksa, namun ikhwan ini hanya akan memberikan batas waktu tiga hari untuk berpikir bagi akhwat yang hendak dinikahinya. Maka, matangkanlah”
“toyib mbak, Insyaallah…”
***
Sepanjang malam aku terus-terusan bermesra dalam sujud panjang kepada-Nya. Hatiku bimbang, hatiku meminta kemantapan, kekuatan dari-Nya. Aku tahu ini adalah saat yang juga telah kunantikan sejak lama. Namun aku ingin melibatkan Allah saja dalam mengambil setiap keputusan yang ada. Aku tak ingin sia, yang aku inginkan hanyalah keridhoan dan keberkahan dari-Nya.

Dua malam ini aku terus bermimpi hal yang sama, aku bermimpi keluargaku dipersatukan dengan keluarga yang baru, yang tak pernah aku bertemu sebelumnya. Inilah jawaban mimpiku.. Ya Rabbi, bimbinglah hati ini, bimbinglah nafas ini, bimbimnglah langkah ini. Bismillah…
***
Dua hari berikutnya aku menemui Ummu Ahmad atas janji menyampaikan kemantapan hati. Beliau tersenyum bahagia menyambut kehadiranku. Sebuah foto dan nama ia sodorkan kepadaku..
“Zeila, Insyaallah anti kenal siapa ikwannya..”
Kubuka dengan sangat hati-hati dan perlahan, tak henti-hentinya dzikir dan nafas panjang terhela dari bibirku. Nama yang tertulis dengan huruf kapital itu adalah
FATIR ALKHINDI
Lengkap dengan fotonya yang semakin meyakinkan aku bahwa itu memang ia. Allahu akbar! Pekikku dalam hati. Aku menangis sejadi-jadinya dan tak mengira, beginilah takdir Allah dilakonkan pada hamba-Nya..

“Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau senangi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putrimu). Jika kamu tidak menerima (lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan kerusakan yang luas” ( H.R. At-Turmidzi)
***

Fatir & Zeila

“Saya terima nikahnya Zeila binti Aminuddin dengan maskawin dibayar tunai”
“Syah?”
“Syah!”

“Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang isterinya (dengan kasih & sayang) dan isterinya juga memandang suaminya (dengan kasih & sayang), maka Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih & sayang. Dan apabila seorang suami memegangi jemari isterinya (dengan kasih & sayang) maka berjatuhanlah dosa-dosa dari segala jemari keduanya” 
(HR. Abu Sa’id)
****


Sebelum itu, ingatlah. Cerita ini hanyalah fiktif belaka (benar-benar karangan penulis, agar dapat diambil pesannya). Wallahu'alam jika nanti ada yang sama atau menyamai kisahnya dengan cerita.hehe.
Ibrohnya, sahabat sekalian tentulah lebih paham dari pada saya. Semua takdirmu itu tidak akan kemana-mana. Niatkan saja semua karena Allah. Kau masih ingat tentang mesranya angin dan senja? Tak perlulah bingung dengan takdir yang akan IA lakonkan pada hamba-Nya, tak perlulah cemburu pada takdir orang lain yang kita belum melewatinya. Tak perlu takut jika IA menghendaki segalanya menjadi nyata. Karena Allah lah yang menjadi tujuan atas segalanya, karena Islam yang akan kita tegakkan menjadi panji-panji dakwah di kemudian hari. Maka, berbanggalah, berbahagialah. Atas jiwa-jiwa yang mencintai Rabb-Nya dengan sempurna…
(menulis ini dengan berurai air mata jiwa, karena saya masih sangat jauh dari sempurna, masih sangat rendah amalannya, masih sangat labil Imannya..)

nice quote:
“Kau tahu senja, angin tak pernah cemburu pada kecantikanmu, karena ternyata kecantikanmu itu lah yang membuat angin semakin lembut dan sempurna.”

“memang ada satu hal yang antum lupakan sampai saat ini. Dan memang hanya tinggal satu itu yang belum antum lakukan dalam memperluas usaha, menjemput rezeki” ustadz tersenyum simpul.
“apa itu ustadz?”
“Menikahlah”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar