Blog
ini ditujukan hanyalah untuk berbagi..
berbagi hal yang belum sempat terucapkan lewat kata-kata dan tertumpahkan dengan tulisan,,

Memulai jejak dalam sebuah tulisan.
Menorehkan tinta sejarah hingga ia dikenal nyata.

Sejarah kehidupan dalam sebuah bingkai.
Melompati setiap ekstase dengan semangat menyala.

Walau terkadang lampu - lampu jalanan turut menghiasi medan menuju setiap tahap kemenangan, pengharapan dan sebuah pembelajaran tentang Kebijaksanaan.

Semua tertuang untuk sebuah cerita.
Cerita hidup yang aku, kau dan kita adalah pelaku setianya.
Hingga kemudian Cahaya gemilang itu mampu kau renggut, kau peluk dengan tanganmu.

Kamis, 26 Juli 2012

Gak PD Meraih Mimpi? Awas, nanti dikira maling!

Di sela-sela kesibukan mengolah data skripsi. Pada menit ini mencoba untuk sedikit berbagi kisah.
Mudah-mudahan menjadi sedikit inspirasi dan masukan bagi saya pribadi juga sebenarnya..

Malam kelima Ramadhan kemarin seperti biasa setelah selesai tarawih. Saya mampir sejenak ke kosan tetangga (lebih tepatnya sahabat saya Sari Liyana Zahira-->nama palsu alias disamarkan*__*..hee)
Setelah bertukar makanan dan pikiran (curhat kali..), waktu memang sudah agak malam, menunjukkan pukul 21.20 WIB, barulah saya beranjak pulang ke rumah yang jaraknya kurang lebih 5 meter alias masih dalam lingkup bedeng yang sama. 
Karena memang sudah malam dan busana saya yang masih dibalut mukenah warna gelap, secara tak sadar memunculkan gerak-gerik mengendap-endap seperti maling (padahal mau masuk kosan sendiri lho), tindakan saya ini spontan saja, karena merasa malu jika terlihat baru masuk rumah malam hari walaupun dari rumah tetangga sendiri yang deketnya kayak jarak ruang tamu ke dapur skala bedeng.
Awalnya saya pikir aman dan jarang ada yang lewat jam segini. Dengan gaya mengendap-endap yang sama, saya pun melangkah sedikit berlari. Saat sudah di depan kosan, saya pikir aman, tak ada tanda-tanda manusia atau kudo boy(itu lho, si guguk) sekalipun lewat. 
Eh, pas mau buka gembok..."breeem",,,dari arah belakang ada motor lewat, spontan saja diri saya yang kaget (kayak maling) langsung jongkok seolah-olah sembunyi dibalik semak-semak.
Saya kurang jelas apakah si pengendara motor tadi melihat saya atau tidak. Tapi yang jelas ia sudah berlalu melewati kosan saya. Cepat-cepat saya membuka gembok, yang agak sulit kali ini dibuka (disaat genting seperti ini-___-').. Suara motor yang agak gaduh tadi tiba-tiba pun berhenti, saya terdiam. Rasa curiga sudah membanjiri dalam benak dan pikiran. JANGAN-JANGAN....WAAAAA..TIDAAAK(dalem hati aja histerisnya).. Muncullah kepala orang tadi dibalik kosan saya. Saya Panik, Dia Panik, Kita berdua PANIK!!(Biar lebay)..Karena KAGEET bukan kepalang, kami sempat beradu pandang, namun cepat-cepat saya alihkan ke pintu kamar saya dengan tampang serius seseriusnya (@__@))..
dan apa yang orang itu katakan kemudian "Oh....(pelan)" lalu berlalu meninggalkan segera dengan motornya.
Ternyata benar dalam benak saya, pemuda tadi mengira saya adalah maling yang berpakaian menyerupai ninja. hiks,hiks..(resiko wajah buronan kali.hehe)

Lantas setelah tenang dan masuk kosan dengan berhasil (setelah itu tiba-tiba gembok terbuka dengan mudahnya). Saya berpikir, seperti kejadian yang sudah IA rencanakan untuk dicerna hikmahnya. Ya, setidaknya ada beberapa hal yang bisa saya petik agar tak gugur dahulu seperti daun.

Pertama, sedekat apapun jarak kosan, akhwat alias perempuan itu, jangan pernah pulang sendirian apalagi kemaleman (tentang keadaan darurat alias genting, silahkan liat sikonnya). Bukan apa-apa, ntar disangka maling kayak saya. Untung gak sempet teriak tuh orang..kalo teriak, kan berabe..

Kedua, nyangkutnya justru kepada kepercayaan diri (kalo untuk kasus saya tadi, mengendap-endap seperti maling, padahal balik kerumah sendiri). 
Gini lho, sering kali dalam hidup. Kita sudah yakin akan sesuatu hal, bahkan hal (red: impian) itu sudah begitu dekat dengan kita, tinggal melangkah 1 step kedepan, namun ia tertinggal jauh karena kita berbalik arah. Ibarat dipersilahkan mengambil pulpen diatas meja, yang kita sudah melihat, sudah tahu ada diatas meja dan tinggal diambil saja. Namun kita tentu masih banyak berpikir pulpen ini punya siapa, siapa saya kalo saya mengambilnya? kira-kira berapa harganya kalo dijual? manfaat gak sih buat saya? ada isinya gak ya? Dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang kita lontarkan. Dan pertanyaan ini terus bergulir di benak kita, hingga pulpen yang tinggal diambil tadi urung diambil lantaran sikap keragu-raguan dan pembatasan diri pada sesuatu yang baru. oke lah jika si pulpen tadi berada di atas meja orang lain dan kita benar-benar tidak tahu siapa pemiliknya. Namun sering kali pulpen itu justru berada di atas meja kita sendiri yang kita tahu bahwa kita lah pemiliknya. Setelah dibatasi rasa awas maka kita pun akan bertanya asas kebermanfaatannya, ya namanya juga pulpen, ya untuk menulis, menggambar, dll. Manfaatnya sudah jelas dan pasti, tetapi belenggu pertanyaan yang melingkupi diri menjadikan seolah-olah pulpen tersebut tak ada gunanya sama sekali. Tentang ada isinya atau tidak, kita hanya dipersilahkan mengambil pulpen bukan? bukan mengambil isi. Jika pun tak berisi, maka kita lah yang mengisinya. Pulpen mana bisa mengisi dirinya sendiri..hehe
Tentang kapan ia harus digunakan, ya kita juga yang menentukan, untuk apa dan seberapa sering menggunakan pulpen itu yang saya sebut dengan "bakat", "mimpi", dan "harapan".

Dalam hidup dan berkarya, kita sering kali kalah pada statement-statement yang kita lontarkan sendiri. Ketika hendak mendekati kesuksesan, kita justru mundur jauh dan berbalik arah, karena tidak percaya diri, dan mungkin parahnya, tidak percaya Allah, Tuhan Yang Maha Berkehendak. Kita sering kali mempunyai rasa keseriusan yang mendalam namun terhenti dalam aksi. Saat hendak melakukan dan mencoba hal-hal yang baru. Maka mindset kita telah lebih dulu menyetting kegagalan sebagai prioritas utama. "sepertinya saya akan gagal" atau " sepertinya ini tak akan berjalan sukses dan sesuai rencana". Begitu banyak ketakutan-ketakutan dalam diri yang membuat segalanya hanya menajadi mimpi yang terucapkan namun tak pernah terlaksanakan. Seyogyanya dalam sebuah proses menuju mimpi pastilah ada sebuah kejatuhan yang membuat kita jauh berlipat lebih kuat dan lebih sabar dalam menjalani hidup. 

Tentang makna sukses, sering kali kita menilai orang-orang yang sudah sukses diluar sana dengan kesuksesannya saat ini tanpa pernah melihat bagaimana prosesnya dan dahulunya mereka seperti apa. Oleh karena itu saya sangat suka membaca biografi dan proses keberhasilan seseorang, dari proses saya banyak belajar bagaimana menjadi kuat, dengan proses kita dituntut untuk menjadi lebih sabar dan tidak egois. Melalui proses, dengan sendirinya kita terbentuk menjadi pribadi berkarakter dan lebih bijak memandang masa depan. 

Seperti perkataannya babeh Jamil Azzaini dalam bukunya Makelar Rezeki, yaitu "Jika masa depan bukan misteri, hidup akan menjadi mudah. Jika hidupmu sangat mudah, kau tak akan bernilai tinggi." Maka untuk menjadi seseorang yang luar biasa, pengorbanan dan letih yang didapat pun juga luar biasa. Untuk memiliki kesabaran yang mumpuni maka terlebih dahulu harus diuji dengan kesabaran berlipat pula.
Maka, bersyukurlah orang-orang yang hidupnya tertempa dan ditempa dengan keras, dengan keringat dan air mata. Kelak ia akan terlahir sebagai pribadi yang murah senyum pada lingkungan dan alamnya. Ia akan menjadi pribadi yang peduli pada kesulitan orang lain. Karena lelah dan letihnya telah ia bayarkan pada janji Tuhannya. 

Ia tak malu dan tak segan saat dipersilahkan, wong sudah dipersilahkan toh, ya silahkan diambil asas manfaat sebaik-baiknya. Sama halnya jika ada sahabat lama yang sangat kita sayangi ingin berkunjung kerumah, lalu dengan senang hati kita membuatkannya kue paling enak kesukaannya. Namun saat dirumah kita, sahabat kita tersebut justru tak ingin memakannya(menolak) dan lebih memilih kue yang dijajah diluar rumah. Bagaimana perasaanmu? tentu sakit, tak nyaman, tak enak, dan sedikit kapok bukan? Nah, begitulah dengan kita. Jika Allah ternyata telah membukakan jalan kebaikan bagi kita, dan ternyata kita yang enggan atau justru menolak mentah-mentah. Maka jangan salahkan jika suatu saat kita akan menghadapi kesulitan yang sama atau lebih sulit dari sebelumnya dalam menggapai cita-cita yang berMuara Rahmat-Nya.

Disinilah kita kemudian dintuntut untuk mengambil sikap optimis dan percaya diri. Konon juga dikisahkan tentang 2 orang sales sepatu di pedalaman. Mereka suatu hari ditugaskan pimpinannya untuk menjajahkan dan survey penjualan sepatu ke daerah pedalaman Afrika. Orang pertama melihat penduduknya tak ada yang memakai sepatu, jangankan sepatu, baju pun seadanya, ia kemudian menjadi pesimis dan pulang dengan menggerutu. Sedangkan orang kedua, dengan optimisnya ia melihat peluang. Dengan bersemangat ia ceritakan kepada pimpinannya bahwa lokasi yang ia kunjungi adalah lokasi yang sangat prospek dan menjanjikan untuk usaha perusahaan sepatu mereka, karena memang belum ada yang memakai sepatu. Walhasil, si orang pertama tadi mendapatkan teguran sedangkan orang kedua mendapat apresiasi atas semangat dan kegigihannya. Beginilah beda seseorang yang memandang segala sesuatunya dengan Pesimis, maka hanya kepayahan dan keluhan yang ia dapatkan. Namun berbeda jauh dengan orang yang berpandangan Optimis, maka setiap masalah yang ia lihat bukan menjadikan penghalang tetapi menjadi sebuah Peluang.

Dan melihat kasus saya tadi yang takut-takut padahal masuk rumah sendiri, sebaiknya PD aja, gak usah ngendep-ngendep kayak maling.he..
Saya ambil hikmahnya menjadi yang Ketiga, yaitu tanamkan prinsip Saatnya Kebaikan Merajalela!(ini seperti jargonnya Nadwah Unsri ya) Kita terlalu sering pesimis pada setiap kebaikan yang kita bawa. Zaman kita sudah dipenuhi dengan berbaliknya persepsi dan pemikiran. Berjudi, merampok, mencuri, bermaksiat, korupsi seakan sudah menjadi hal yang biasa dan lumrah. Namun saat hendak mengaji di tempat umum, berbuat baik, bersedekah, maka akan menjadi sesuatu hal yang aneh dan sangat langka. Ala bisa karena biasa. Jika ada yang mengatakan sok alim lu, atau riya', pamrih, dll, jangan jadikan alat untuk berhenti berbuat baik. Masala ikhlas, riya', pamrih, itu masalah hati dan pertanggungjawaban kita kepada Allah. Jika kita lebih mementingkan pandangan manusia ketimbangan pandangan-Nya, maka berhati-hatilah pada bahaya ingin senantiasa dipuji. Memang benar pepatah mengatakan "anjing menggonggong, kafilah berlalu". Masalah amal, adalah urusan setiap individu dengan Tuhannya. Bukan kawan, keluarga apalagi harta yang menemani mudiknya kita ke kampung akhirat. Melainkan amalan-amalan kita selama di dunia. Buruk rupa kah atau Jelita rupanya, tergantung amalan kita semasa di Dunia. 

And the Last, tersenyumlah. Waktu itu saya sempat melupakan senjata ampuh saya yaitu tersenyum. Tapi dalam kasus ini senyumnya jangan di salah guna ya. Senyum itu banyak arti, bisa jadi senyum bahagia, sinis, malu, terpaksa. Yang jelas kalau saat itu saya tersenyum akan menjadi senyuman miris, malu abis sampai hati teriris-iris.hee.. Nah saat menyadari hikmah, maka baru bisa tersenyum bahagia, senyuman lega, senyum syukur dan tentram. Dalam kondisi real, setidaknya tersenyumlah untuk dirimu sendiri, hargai satu langkah kebaikan (kesuksesan) yang telah kau lakukan hari ini. Tersenyum juga untuk orang-orang yang kau cintai dengan jiwamu yang tulus. Membahagiakan orang lain maka kau pun akan lebih berbahagia. Karena energi positif yang mereka keluarkan tertangkap alam dan dikembalikan padamu berlipat-lipat banyaknya. So, solusi konkretnya, "Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung tali silaturahim."

Baiklah, demikian petikan hikmah yang dapat saya ambil atas kejadian yang lumayan membuat malu di malam kelima Ramadhan.. Semoga menginspirasi dan bernilai kebaikan.... Sukses, Semangat, Bisa!:D





Kamis, 6 Ramadhan 1433 H
22.00 WIB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar