Blog
ini ditujukan hanyalah untuk berbagi..
berbagi hal yang belum sempat terucapkan lewat kata-kata dan tertumpahkan dengan tulisan,,

Memulai jejak dalam sebuah tulisan.
Menorehkan tinta sejarah hingga ia dikenal nyata.

Sejarah kehidupan dalam sebuah bingkai.
Melompati setiap ekstase dengan semangat menyala.

Walau terkadang lampu - lampu jalanan turut menghiasi medan menuju setiap tahap kemenangan, pengharapan dan sebuah pembelajaran tentang Kebijaksanaan.

Semua tertuang untuk sebuah cerita.
Cerita hidup yang aku, kau dan kita adalah pelaku setianya.
Hingga kemudian Cahaya gemilang itu mampu kau renggut, kau peluk dengan tanganmu.

Selasa, 14 Februari 2012

Ibu, Pembentuk Karakter Bangsa (1)


“Terdapat sebuah kisah nyata tentang pentingnya pendidikan karakter pada penulis buku spiritual best seller. Sebutlah Anjar. Pada saat menulis buku-buku pertamanya tentang keindahan Islam sebagai Rahmatan lil alamin, Anjar  benar-benar menemukan hakikat dirinya. Pada waktu menulis buku, banyak ia habiskan untuk merenungi diri, menangis dan menafsirkan kejadian melalui ayat-ayat Al Qur’an. Istrinya yang pada saat itu hamil, melihat perilaku suaminya yang begitu terenyuh pada ayat-ayat Al Qur’an, ia pun ikut-ikutan bersedih dan terharu. Banyak ayat-ayat tentang keimanan ia cari dan ia baca untuk membantu penyelesaian tulisan suaminya. Hari-hari kehamilannya dihabiskan untuk bermunajat dan mentadaburi ayat-ayat Allah.
Berselang saat kelahiran anaknya. Kedua orang tua ini begitu berbahagia. Dengan didikan Islamy dari kedua orang tuanya, menginjak usia 6 tahun, anak ini tanpa sepengetahuan mereka berdua mengumpulkan pembantu-pembantu dirumahnya. Apa yang kemudian ia lakukan? Ia seperti seorang ustadz mengajak mengaji dan belajar tahsin Al Qur’an bersama-sama dan ia sebagai leadernya.
Disekolahpun, ia menjadi siswa yang hadir paling pagi. Yang ia lakukan sebelum pelajaran dimulai adalah menulis dan menulis, hingga 4 tahun berlalu ia masih melakukan hal yang sama.”
Begitulah karakter yang telah terbina. Bukan dari saat lahirnya, melainkan dari kandungan sejak ia masih di dalam rahim ibunya. Mengapa saat besar anak ini begitu dekat dengan Al qur’an? Karena saat dalam rahim, ibunya sudah begitu dekat dengan Al qur’an. Mentadaburi ayat-ayatnya, memahami kandungannya.
Secara nalar mungkin orang-orang akan berpikir mungkinkah hal seperti ini terjadi? Tetapi memang begitulah kenyataannya. Diusia empat bulan kehamilan, janin didalam kandungan walau dalam keadaan telinga yang belum terbentuk sempurna, tetapi fungsi pendengarannya mulai bekerja. Ia dapat merasakan apa yang ibunya lakukan.
Terkadang tanpa kita sadari, bayi sudah dapat menangkap stimulus-stimulus yang diberikan pada dirinya. Saat anak dalam kandungan. Melalui gerakan shalat saat rukuk dan sujud yang terjadi getaran, ia mulai memahami ada waktu saat bergerak. Dan pada saat ibunya menyiramkan air wudhu ke tubuhnya. Janin memahami aliran air itu sebagai sebuah ritme.
Menjadi sosok Ibu mulia yang menyadari bahwa seorang anak yang dititipkan bukanlah kepunyaannya, melainkan ia adalah titipan Allah yang akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat nanti. Menanamkan rasa cinta, kasih dan sayang kepada anak merupakan rasa syukur dan kecintaan kepada Allah. Dalam hidup sejatinya seorang Ibu harus mengerti akan pengabdiannya kepada Allah. Apapun yang Allah beri, maka kemudian itulah yang terbaik bagi dirinya. Ingatlah bahwa manusia itu fungsinya diutus ke bumi untuk mengabdi kepada Allah dan menjadi Khalifah-Nya di muka bumi.
Seorang Ibu mulia akan selalu menanamkan kata-kata baik kepada anak-anaknya.
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizing Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.”
(QS. Ibrahim: 24-26)
Jelaslah bahwa pendidikan karakter yang kuat pada anak dengan penanaman kalimat – kalimat yang baik menjadi begitu penting kedudukannya. Akar diibaratkan sebagai karakter dasar seorang anak yang ditanamkan orang tuanya melalui kalimat-kalimat baik, yaitu kalimat Tauhid, ialah segala ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran serta  perbuatan baik. Kalimat tauhid, Laa illaha illallah. Bahwa tiada tuhan-tuhan yang lain di dunia ini (harta, uang, dunia) melainkan Allah SWT.
Sedangkan kita diperintahkan untuk tidak menanamkan kalimat-kalimat buruk pada anak, ialah kufur, syirik, dan segala perkataan yang tidak benar serta perbuatan yang tidak baik. Karena akar (red:karakter) akan tercabut dari jiwa dan hatinya sehingga tak dapat tegak hingga usia tuanya.
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.”
(Q.S. Ibrahim : 27)
Dan disinlah kemudian janji Allah. Ia akan meneguhkan orang – orang dengan ucapan -  ucapan tayyibah, dan sebaliknya, menyesatkan orang – orang yang zalim, baik terhadap diri terlebih anak – anaknya.
Pahamilah anak sebagai titipan Allah. Maka penanaman karakter dasar sejak dini dari Ibu yang mulia seperti tidak egois, jujur, disiplin, tanggung jawab, dan peduli menjadi nilai utama yang diberikan kepada anak – anaknya.
Karena karakter ibaratnya adalah sebuah fondasi. Fondasi yang menopang ketahanan sebuah rumah, tanpa fondasi, manusia jadi mudah goyah dan tidak berpendirian. Sejatinya seorang Ibu merupakan madrasah pertama bagi putra-putrinya. Menanamkan nilai-nilai Tauhid dan pengembangan kecerdasan emosi bagi anak – anaknya. Menjadi anak – anak berkarakter mulia. Karena kelak ialah yang akan memuliakan bangsa dan agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar