Blog
ini ditujukan hanyalah untuk berbagi..
berbagi hal yang belum sempat terucapkan lewat kata-kata dan tertumpahkan dengan tulisan,,

Memulai jejak dalam sebuah tulisan.
Menorehkan tinta sejarah hingga ia dikenal nyata.

Sejarah kehidupan dalam sebuah bingkai.
Melompati setiap ekstase dengan semangat menyala.

Walau terkadang lampu - lampu jalanan turut menghiasi medan menuju setiap tahap kemenangan, pengharapan dan sebuah pembelajaran tentang Kebijaksanaan.

Semua tertuang untuk sebuah cerita.
Cerita hidup yang aku, kau dan kita adalah pelaku setianya.
Hingga kemudian Cahaya gemilang itu mampu kau renggut, kau peluk dengan tanganmu.

Minggu, 13 Februari 2011

Gejolak Bangsa pada Masa Transisi "Stain of Religion"

Sungguh miris keadaan bangsa saat ini. Pemerintah ibarat sosok yang berdiri dan terus duduk kemudian menyampaikan retorika melihat bangsa yang semakin terombang-ambing dan seolah dipermainkan dengan penyelewengan kasus-kasus yang sepertinya tak pernah terselesaikan.

Fungsi aparat pemerintah pun saat ini begitu dipertanyakan. Maaf, bukan ingin mencela aparat pemerintah. Mungkin karena namanya yang “aparat pemerintah” sehingga lebih getol membela mati-matian saat pemerintah “merugikan” warga dan bukan sebaliknya.

Terlihat saat aksi massa yang notabenenya berasal dari ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah atas kebijakan yang tidak mendukung warga, aparat dengan peralatan perang lengkap dan tidak tanggung-tanggung seperti gas air mata, senjata laras panjang, begitu dipersiapkan secara matang seolah-olah warga sebagai musuh utama. Lantas, saat baru-baru kemarin kerusuhan yang terjadi antar warga dan pemeluk Ahmadiyah terjadi, aparat pemerintah seolah tak dapat berbuat apa-apa, bahkan tiga korban meninggal dunia. Padahal bisa saja kejadian yang berlangsung cukup ricuh dan lama itu dihalangi oleh aparat yang senjatanya lebih berlimpah. Ini justru terkesan bahwa dalang dibalik ini semua sengaja dibiarkan, atau mungkin ditutupi dan lebih parah lagi “dilindungi”.

Terlihat bagaimana lamanya pemerintah mengusut kasus ini, aktor intelektual yang mungkin saat ini sedang tertawa melihat kebodohan pemerintah seakan terlindung dengan adanya terdakwa “miring”.

Aparat justru terlihat lebih senang menangkapi para Kiai – Kiai dibanding menangkap dalang kepemerintahan dalam kasus-kasus yang jelas sudah sangat merugikan Negara. Kasus demi kasus dipemerintahan seolah ditutupi dengan kasus-kasus baru yang dapat lebih gress dan menarik perhatian. Apalagi kalau bukan tentang hal pokok dan sensitive, terutama agama.

Pernah dahulu saya menyaksikan preman pasar digebuki dan dikeroyok massa, walau kebanyakan di TV2, karena pada realitanya ngeri juga jika harus melihat penyiksaan seperti itu di depan mata.

Kini kita kembali dibuat miris dengan pelaku-pelaku yang mengatasnamakan agama, mengatasnamakan Islam. Video yang berlangsung beberapa menit itu memperlihatkan secara jelas bagaimana warga Ahmadiyah terus dipukuli dan dilempari batu padahal keadaannya sangat memprihatinkan. Mungkin saat itu 2 korban telah meninggal, tetapi tetap saja terus dianiaya dan dilempari batu.

Lantas massa yang sebagian besar berpakaian ala santri meneriakkan Takbir, sambil terus berlaku brtutal bak binatang. Dan berlagak sebagai pembela Islam.

Astaghfirullah! Ajaran seperti apa yang sebenarnya yang mereka pakai? Ajaran Islam apa yang membolehkan sikap brutal sekeji itu?

Rasanya ingin menangis menyaksikan hal seperti ini. Menjadi pembela dan penegak Islam adalah kewajiban setiap Muslim, apalagi saat ada kata-kata penistaan terhadap agama. Siapa lagi yang meluruskan kalau bukan Ummatnya. Tetapi Rasulullah tak pernah mengajarkan kebrutalan seperti ini. Bahkan ketika ada seorang Panglima perang yang ingin membalas dendam untuk menakhlukkan Makkah dengan memakai kekerasan. Rasulullah kemudian langsung mencopot kedudukannya. Rasul pun memaafkan pelaku dan pembantaian keji pada Hamzah, paman sekaligus sahabat kecil yang amat Beliau cintai. Rasul juga menghukum Yahudi, pengkhianat perang Khandak setelah ditetapkan di pengadilan dengan jujur dan terbuka. Pernah suatu ketika Sayyidina Ali segera menyarungkan pedangnya saat berjihad karena diludahi. Beliau tak ingin berjihad karena emosi.

Mungkin saat ini Rasulullah sudah sangat bersedih jika Ia masih berada diantara ummatnya yang begitu bernafsu dengan dunia. Sudah saatnya Negara ini segera digantikan dengan generasi pengganti, generasi pilihan.

‘’Wahai orang-orang yang beriman ! janganlah kamu menjadikan pimpinan mu orang-orang yang membuat agama mu jadi bahan ejekan dan permainan, yaitu diantara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang-orang kafir. Dan bertakwalah kepada allah jika kamu orang-orang beriman’

(Al-Ma’idah:57)

Ayat di atas mungkin sangat berpotensi menyulut amarah dan api emosi atas sikap pemerintah yang dinilai lamban dan kurang berhasil dalam menaungi warganya. Tetapi kemudian Allah selalu menegaskan dalam firmannya agar senantiasa bersikap lugas dan lembut dalam menyikapi segala sesuatunya. Allah pun menegaskan agar berjihad membela agama. Perang dengan perang. Tetapi sabar dan maaf adalah yang terbaik . Sabar dalam artian TIDAK LEMBEK dan LEMAH, TIDAK JUGA KERAS dan KASAR melainkan dapat menahan emosi saat marah. Berjuang maksimal melawan penindasan, berani membela yang lemah apapun resikonya, dengan ajaran dan tuntunan Rasulullah SAW.

Mohon baca ayat ini dengan seksama;

‘’ Dan balasan sesuatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal ,tetapi barang siapa yang memaafkan dan berbuat baik ( kepada orang yang berbuat jahat ) maka pahalanya dari Allah SWT. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. Tetapi orang-orang yang membela diri setelah dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka. Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa mengindahkan kebenaran. Mereka itu mendapat siksaan yang pedih. Tetapi barang siapa yang bersabar dan memaafkan sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia ‘’

(Asy Syuuraa; 40-43)

Bahkan dari surah di atas berulang-ulang Allah menjelaskan bahwa sikap sabar dan memaafkan adalah yang terbaik (jika tidak ada yang setuju ,silahkan tanyakan kembali padi hati).

Lantas peran aktivis, da’i, da’iyah negeri ini terkadang begitu dipertanyakan. Entah apa yang menyebabkan peran ini terkadang tak sejalan dengan pemikiran warga yang kemudian menjadi cambuk bahkan hasutan bagi ‘’Pembela Islam’’ itu sendiri yang jelas-jelas memperjuangkan rakyat dan negaranya. Seringkali sikap berlebihan dalam menyikapi sesuatu sehingga terkadang meresahkan. Bukankah Rasulullah telah menjelaskan berkali-kali bahwa ukhuwah terhadap sesama muslim adalah wajib, dibandingkan dengan pergolakan organisasi. Dan pemahaman seolah-olah ia yang paling benar sehingga terkadang saudara seiman menjadi musuh bahkan taruhan. Berbeda kasus jika kita menangani hal seperti ini dengan pembelokan agama secara nyata. Tidak sadarkah kita bahwa aliran-aliran yang tak tahu dari mana asalnya begitu bersaburan saat ini dan mengatas namakan Islam, padahal jelas-jelas telah menyimpang . Bahwa sindikat liberal dari bangsa pengingkar Tuhan yang terus mempertahankan dan membiayai setiap kegiatan-kegiatan mereka yang bersifat ‘’Merusak Islam’’. Maka sikap da’i/da’iyah (sebagai penyampai risalah ) dirasa begitu dibutuhkan dalam hal ini.

‘’Jika mereka berpaling, maka(ingatlah) Kami tidak mengutus engkau sebagai pengawas bagi mereka, kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Dan sungguh, apabila Kami merasakan kepada manusia suatu rahmat dari Kami , dia menyambutnya dengan gembira; tetapi jika mereka ditimpa kesusahan karena perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar,) sungguh, manusia sangat ingkar (kepada nikmat).”

(Asy syuuraa: 48)

Disinilah tugas kita, para penyampai risalah. Tidaklah patut bagi kita mencampuri urusan pribadi mereka, melainkan menyampaikan apa yang sepatutnya kita sampaikan, memberikan apa yang sepatutnya kita berikan, kecuali jika hal ini sudah menyangkut tentang penistaan(pembelokan) agama dan bangsa. Itu pun ada tata caranya.

Kemudian pemerintah yang saat ini seharusnya berfungsi sebagai penyejahtera rakyatnya dan penegak hukum yang adil, lantas tak mendapat hati dan kepercayaan dari warganya karena sifat keragu-raguan dan ketidakjelasan yang seolah disengaja.

Tragedi yang baru saja terjadi belakangan memperlihatkan bahwa gagalnya pemerintah sebagai pembimbing rakyatnya. Masalah ekonomi, kemiskinan dan ketidakadilan semakin mencetak wajah penduduk yang semakin anarkis dan brutal.

Bimbingan yang benar terhadap Islam sungguh dinantikan dan menjadi hal yang sangat urgent bagi nasib bangsa kedepan. Memang sudah saatnya pemerintah mengevaluasi dirinya. Benarkah tulus dan kompeten dalam membimbing dan menyejahterakan rakyatnya? Ataukah hanya inginkan kenyamanan dalam kursi pemimpin ummat?

Kemudian sikap anarkis seperti ini menegaskan bahwa ummat ini, bangsa ini adalah bangsa yang bengis dan brutal. Jauh dari bangsa ajaran Muhammad SAW. Wallahu’alam bishowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar