Blog
ini ditujukan hanyalah untuk berbagi..
berbagi hal yang belum sempat terucapkan lewat kata-kata dan tertumpahkan dengan tulisan,,

Memulai jejak dalam sebuah tulisan.
Menorehkan tinta sejarah hingga ia dikenal nyata.

Sejarah kehidupan dalam sebuah bingkai.
Melompati setiap ekstase dengan semangat menyala.

Walau terkadang lampu - lampu jalanan turut menghiasi medan menuju setiap tahap kemenangan, pengharapan dan sebuah pembelajaran tentang Kebijaksanaan.

Semua tertuang untuk sebuah cerita.
Cerita hidup yang aku, kau dan kita adalah pelaku setianya.
Hingga kemudian Cahaya gemilang itu mampu kau renggut, kau peluk dengan tanganmu.

Minggu, 05 Desember 2010

SURAT CINTAKU UNTUKMU YANG KUCINTAI, DEWAN KEHORMATAN, PARA WAKIL RAKYAT


Ketika ditanyakan dengan apa aku menulis ini semua. Maka aku akan menjawab dengan air mata. Tidak hanya air mata yang bermuara pada pemilik tulisan ini, tapi berjuta-juta air mata diluar sana yang menuntut keadilan, menuntut kebenaran, mengambil haknya sebagai rakyat yang menggaji para penikmat kekuasaan.

Entah apa yang ada dipikiranmu saat ini, entah apa lagi yang kau kejar saat ini, mengaku pembela mengaku wakil. Mengaku penyampai aspirasi?? BOHONG!! Sekali lagi saya katakan itu BOHONG!

Kalau engkau mengaku berpihak pada rakyat, kalau engkau mengaku sang wakil rakyat, kalau engkau menghidupi diri dan keluargamu dengan uang rakyat. Lalu kenapa sampai saat ini kau masih sampai hati sakiti rakyat. Tahukah kau yang terjadi dibawah kakimu saat ini? Mungkin kau tak berniat ingin tahu, atau kau tahu tapi menutupi telingamu dengan headseat sutramu?

Yah, malam ini, mungkin kau sedang mendengarkan alunan music country atau dangdut country sembari menggoyang-goyangkan kaki dan menikmati jamuan Italy dipinggir laut yang diiringi semilir lembut angin malam. Makananmu taraf internasional, yang tanpa kau sadari membuat perutmu semakin besar, semakin tak sehat, dipenuhi lemak dan kolestrol(ah, aku tak bermaksud menyinggung perutmu disini). Bahasamu bahasa sastra poitik tinggi, begitu luar biasa ketika rakyat awam seperti kami mendengarnya. Bagai corpus alineum (benda asing)ditelinga, tak ayal kemampuan Public speakingmu tingkat tinggi, sampai berkedip saja penuh arti. Ya, memang kau sosok luar biasa. Lewat kata-kata kau mampu menyihir segala, memberi harapan-harapan palsu, manis-manis kucing liar.

Aku tak sedang memujimu, aku hanya sedang prihatin dengan keadaanmu saat ini. Perutmu yang semakin membesar, rambutmu yang semakin memutih. Istrimu yang cantik dan anak-anakmu yang kau nafkahi. Tapi pernahkah kau menyadari, bahwa nafkah yang kau berikan kepada mereka adalah hasil sumpah, hasil kutukan rakyat yang muak akan segala janji-janji dan kesombonganmu. Apakah kau sadar, setiap uang yang dikeluarkan untuk membangunmu adalah uang rakyat? Uang sekelompok manusia yang kau asingkan, yang kau sakiti berulang-ulang kali??

Aku ingin sedikit berkisah denganmu, pada malam biasa, aku melewati daerah yang seringkali kulewati ketika hendak pulang kerumah, waktu itu di Jakarta, tempat temanku. Aku senang melihat hingar bingar malam Jakarta. Lampu berwarna-warni menghiasi dinding kota. Arus trafficking yang sangat padat, menandakan aktivitas yang tak berhenti dan terus 24 jam. Seketika menaiki jembatan penyeberangan, banyak sekali gelandangan terlantar, tidur beralaskan Koran. Tak mengapa jika ia pria gagah, sudah garis hidup menuntut ia giat bekerja. Tapi aku sedih dan menangis ketika seorang ibu dengan bayinya yang merah harus merasakan dinginnya malam karena tak berumah. Rumahnya sudah dijadikan gedung-gedung tinggi tanpa solusi. Ia diusir, dalam kerasnya kehidupan dan zaman. Jika masih seperti itu, lima tahun ke depan, anaknya akan menjadi sahabat setia jalanan. Diajarkan cinta ibu pertiwi dengan caranya. Ia tertawa, karena begitulah hidupnya, ia tak pernah tahu bagaimana seharusnya hidup mengajarkannya. Bagaimana seharusnya tempat yang layak untuk dirinya. Argh..

Atau kau tahu yang terjadi dengan teman-temanku, saat ia bersama-sama memperjuangkan wanita-wanita, anak-anak yang akan diperdagangkan keluar negeri. Seperti barang. Aku, mereka, dan semua yang tahu akan hal ini terkejut, karena ada campur tangamu dibalik ini semua.

Sama halnya dengan pendidikan dan kesehatan, atas nama kesejahteraan kau gadaikan rakyat. Hal yang pokok kau komersialisasikan. Berdalih dengan kata-kata dan kuasa, Neoliberal yang kau bawa sudah sangat Nampak di depan mata! Tapi aku sudah pasti mengira. Setiap pertanyaan, pendapat dan opini rakyat justru kau tertawakan. Kau malah berdalih dengan menyalahkan, seolah-olah kaulah yang paling hebat dan berkuasa. Kaulah yang paling pintar, padahal sesunguhnya kau telah dibodoh-bodohi dengan kekuasaan dan uang.

Mungkin kau akan berteriak kesana kemari, atau pura-pura sakit, atau mungkin pura-pura mati suri, saat tuduhan itu terbukti padamu. Apalagi yang akan kau kuras dari rakyat? Uangnya sudah sangat banyak kau ambil dan kau permainkan tanpa rasa tanggung jawab. Atau kau saat ini telah sadar? Sehingga merajuk-rajuk ingin study banding etika ke negeri Roma? Etikamu bukan pada sosok sehebat apapun diluarmu. Tapi pada dirimu sendiri, etikamu adalah hak prerogativemu. Etikamu adalah kewajibanmu pada rakyat. Mungkin hanya kursi yang kau tanam dalam hatimu. Pernahkan kau menangis dan memikirkan betapa beban dan amanahmu sebagai wakil rakyat adalah hal yang luar biasa yang dianugerahkan Tuhan padamu? Pernahkah kau menangis dalam shalatmu saat memikirkan rakyat-rakyatmu? Ah, mungkin dengan Tuhan pun kau mulai angkuh dan sombong, sehingga mudah bagimu untuk membohongi, menipu, mementingkan pribadi dan kekayaanmu. Lupa, lupa pada Penciptamu yang selalu melihatmu, mengawasimu, mengingatkanmu dan menegurmu saat kau lalai, egois, dan nakal? Memberikan nikmatNYA yang begitu berlimpah sehingga banyak yang mencemburuimu. Sungguh sayang, cintaNYA padamu kau hargai dengan cinta dunia. Oh, aku tak ingin berprasangka. Aku hanya ingin dan berdoa agar kau diberikan kelapangan hati, keteguhan jiwa, sikap dermawan, sikap mengayomi, sikap adil, bijaksana, sederhana, cerdas, berpihak pada rakyat. Tahukah, aku tak ingin muluk-muluk,jika pada kenyataannya kau tak mampu, setidaknya kau tidak melupakan rakyat dan Tuhanmu. Walaupun sesungguhnya aku begitu sedih,, karena harapan Umar, Abu Bakar, Ali, Muhammad tak pernah kulihat dalam dirimu. Aku sedih dan kecewa, walaupun aku tahu dan percaya. Allah, Tuhanku, Tuhanmu selalu ada, tak kan pernah tinggal diam, membimbing kau yang akan berevolusi menjadi tangan rakyat sejati? Atau kau hanya akan tinggal nama dalam sumpah dan kutukan, yang kemudian akan digantikan oleh generasi-generasi terbaik.

Wallahu’alam bishowab.

Selasa, 16 November 2010

Memaknai Ied Adha dalam kisah Ibrahim AS dan Ismail AS


Hari pengorbanan itu tiba, hari berbagi, hari penuh cinta..

apa sesungguhnya maksud Allah memerintahkan Ibrahim AS untuk menyembelih anaknya Ismail AS?

Selama ini mungkin kita hanya mengenal hakikat berqurban secara makna umum, secara harfiyah.

Tetapi kemudian, pernahkah kita benar-benar meneladani dan memahami secara mendalam maksud dari perintah Allah ini?

Mari sejenak kita ulas kembali kisah tauladan yang begitu indah ini..

***

Sudah begitu lama Ibrahim menantikan kehadiran seorang anak. tapi tak kunjung hadir jua. Dalam penantiannya, justru Ibrahim semakin dekat dan semakin cinta kepada Allah. Sekian puluh tahun menanti, akhirnya doa mereka terjawab juga. Allah dengan limpahan kasih dan Rahmat_NYA menganugerahkan mereka setitik cahaya mutiara yang nantinya akan selalu bersinar dan akan menjadi penerang qalbu ayah ibunya. Dialah Ismail, seorang bayi tampan nan mungil yang sangat disayangi keluarganya atas rasa syukur yang tak hingga.

Tak sampai minggu dari kelahiran Ismail, Ibrahim pun mendapat perintah dari Allah untuk segera berperang, berjuang di jalan Allah.

Disaat kepergiannya, Ibrahim dengan hati yang sangat berat meninggalkan istri dan anaknya yang baru saja dilahirkan ke dunia, tetapi di lain sisi ia begitu mencintai Allah, Rabbnya. Ibrahim pun terus pergi, menapak meninggalkan rumah.

"Duhai suamiku, duhai suamiku!" Siti Hajar terus menerus memanggil-manggil Ibrahim, tetapi ia tetap berjalan tanpa menoleh sedikitpun.

"Duhai suamiku, kemana engkau hendak pergi?" panggil Siti Hajar berkali-kali, tetapi Ibrahim tetap saja pergi tanpa meninggalkan satu patah kata pun. Hatinya sudah terlalu berat untuk menolehkan muka kepada istrinya.

"Duhai suamiku, jika engkau pergi karena Allah, Maka pergilah! Berjuanglah! Istri dan anakmu disini akan senantiasa mendoakanmu!" bergetar suara Siti Hajar, kemudian Ibrahim pun menoleh dengan suara yang tertahan dan terserak air mata.

"Duhai istriku, Benar.. Aku akan pergi memenuhi panggilan jihadNYA. Baik-baiklah kau dengan anak kita." Ibrahim pun cepat-cepat memalingkan muka dan meneruskan perjalanannya dengan hati hancur, tetapi kecintaan yang begitu besar terhadap Rabbnya.

**

Bertahun-tahun dilalui, Ismail menjadi sosok pemuda cilik yang sehat dan pemberani. Suatu hari, tiba saat kepulangan Ibrahim. Istrinya yang melihat Ibrahim langsung menyambut dan menyalami tangannya dengan begitu hormat.

"Suamiku, kau sudah pulang kembali. Aku sangat bahagia"

"Begitu juga dengan aku duhai istriku.. istriku, bagaimana keadaan anak kita? dimana ia?"

"Segera kau temui ia. Ismail sedang bermain di halaman depan" tunjuk Siti Hajar kepada seorang anak yang tampan di halaman depan rumahnya.

tak sabar Ibrahim menanti-nanti saat-saat pertemuan itu. Ia pun segera berlali menemui anaknya.

"Anakku Ismail. Ini ayah pulang nak.. ayah pulang.." Ibrahim lalu memeluk anaknya dengan terisak.

"Ayah. Anda benar-benar ayahku?" tanya Ismail

"iya anakku,, ini ayahmu nak. Ayah sudah pulang nak.. Ayah sangat merindukanmu anakku.." Ibrahim memandangi wajahnya yang lugu. Ismail pun tersenyum dalam haru

"ayah. Engkau telah pulang ayah. Aku juga sangat merindukamu ayah.." Isak Ismail dan memluk Ibrahim semakin erat dengan linangan airmata.

**

Baru sehari dilaluinya, Ibrahim kemudian bermimpi. Ia berimpi bahwa Allah memerintahkan padanya untuk menyembelih anaknya, Ismail.

Ibrahim pun terbangun dan menangis. Ia tak bisa membayangkan kalau in benar-benar perintah Allah. Ia ragu apakah ini adalah perintah Allah ataukah syaitan yang masuk dalam mimpinya.

"Ya Allah..jika ini benar dan memang perintahmu. maka ulangi lagi mimpi itu dalam tidurku.." pinta Ibrahim dalam setiap shalatnya.

tetapi kemudian Ibrahim bermimpi hal yang sama, ia pun berdoa kembali

"Ya Allah,, jika sekali ini kau hadirkan mimpi yang sama kembali pada tidurku. Maka aku akan benar-benar yakin bahwa ini adalah perintah dariMU.."

untuk ketiga kalinya, ternyata Ibrahim tetap bermimpi hal yang sama. Hatinya menangis, ia pun bingung, memohon kepada Allah agar diberi kekuatan menyampaikan hal ini pada anaknya, walau dengan hati yang sangat pilu. kemudian datanglah waktu saat Ibrahim berdua saja dengan Ismail.

"Anakku, ayah telah mendapatkan mimpi, ayah telah meminta petunjuk padaNYA berkali-kali, dan dihadirkan mimpi yang sama. Ayah tahu ini adalah perintah Allah dan ayah ingin meminta pendapat darimu" dengan lembut Ibrahim berkata pada Ismail.

"Apakah hal itu ayah. katakanlah"

"anakku... ayah mendapat perintah dari Allah,, untuk menyembelihmu anakku. bagaimana pendapatmu?" Ibrahim dengan suara tertahan dan hendak mencucurkan air mata tak tertahan saat melihat wajah anaknya.

"ayah...jika engkau yakin itu memang perintah dari Allah, maka laksanakan ayah. laksanakanlah..!"dengan mata berkaca-kaca Ismail meyakinkan ayahnya

"tapi ada satu syarat ayah.."

"apa itu anakku.."

"saat ayah hendak menyembelihku nanti, maka lepaskanlah bajuku.. aku tidak sanggup membayangkan jika ibu melihat lumuran darah dibajuku nanti.."Ibrahim yang terkejut menyaksikan jawaban anaknya, langsung memeluk anaknya erat.

**

Ibrahim dan Ismail berjalan berdua, sengaja mereka memilih tempat yang sepi dan diatas bukit. Agar hanya Allah yang menyaksikannya. Ibrahim membawa pedang yang sangat tajam, agar anaknya tidak merasakan sakit yang terlalu lama saat hidupnya. sesampai di puncak bukit, Ibrahim pun membaringkan Ismail di dekat pangkuannya. Dilepaskannya baju anaknya perlahan.

" Ya Allah... Saksikan Ya Allah.. saksikan.. Kami penuhi perintahmu Ya Allah. Aku penuhi perintahmu karena aku lebih cinta padaMU Ya Allah.." Ibrahim pun menangis, pedang diangkatnya dan hendak mengenai leher anaknya yang halus. Tiba-tiba langit bergemuruh dan terdengar suara

"Wahai Ibrahim!! Aku telah menyaksikanmu.. Aku telah memberikan ujian padamu berupa anak yang kelak akan menggantikanmu. Aku ingin melihat apakah cintamu kepada yang lain melebihi cintamu kepadaKU.."

seketika Ibrahim pun tersungkur dan bersujud. Ia menangis sejadi-jadinya.

"Ya Allah,, telah engkau saksikan Ya Allah.. bahwa aku sangat mencintaimu Ya Allah..Aku sangat mencintaiMU.. maafkan aku Ya Allah, maafkan aku.."Ibrahim terisak dalam sujudnya.

Ismail pun kemudian digantikan Allah dengan hewan sesembelihan. Yang kemudian menjadi hewan qurban atas rasa syukur pada Rabbnya...

- - - - - - - - - - -

Saudara-saudara seiman yang kucintai karena Allah... telah lama kita dapati makna sesungguhnya dari berkurban. Makna sesungguhnya saat cinta dunia tergadaikan dengan cinta yang hanya kepadaNYA..

Kita tahu dan kita paham, selama ini yang dilakukan hanyalah sebatas berkurban, menyembelih hewan, kemudian membagi-bagikannya dengan orang-orang yang memang layak mendapatkannya.

Terkadang saat hari suci itu dirayakan, maka akan banyak dan bertaburan peluang kita untuk bersedekah, berbagi, pada sanak saudara kita yang sedang kesusahan diluar sana..

Tapi sadarkah kita makna sesungguhnya dari berqurban ini?? Mungkin sedekah kita sudah baik, amalan kita sudah banyak. Tapi terkadang kita lupa, lupa pada CINTA AGUNG yang hanya untuknya.

Banyak cinta-cinta di dunia yang justru melenakan dan mengajak kita untuk jauh kepadaNYA. Cinta dunia yang membuat Allah begitu dan terlalu sering untuk cemburu..

Betapa sering dan tanpa disadari kita telah menyakiti Yang Paling berhak atas kita, bahkan sangat sering membuatnya cemburu.

Padahal begitu banyak nikmat yang IA hadirkan, RahmatNYA tak pernah putus dan selalu mengalir pada kita. Jika saat ini mata yang indah itu IA ambil dari dirimu, apa yang hendak kau lakukan? Jika hidung yang bagus itu ia ambil sehingga tak dapat kau rasakan segarnya udara pagi, apa yang hendak kita lakukan. Bukanlah hanya sebtas pengandaian, jika ini benar-benar terjadi pada dirimu. Akankah kita akan terus merasa hebat, merasa gagah, merasa pintar, merasa baik tanpa Rahmat dan Bantuan dariNYA??

Kita terlalu disibukkan dunia, yang padahal Allah lah yang menganugerahkan semua itu, memberikan semua itu pada hamba yang sangat IA cintai, walaupun hambaNYA sering menyampakkan IA..

prnahkah kita memahami betapa Allah cinta dan sayang pada hambaNYA...

Mudah-mudahan iya..

Saksikan, renungkanlah duhai sahabatku, jika Allah suatu ketika menyampaikan sesuatu padamu... sesuatu yang mungkin setiap hari IA sampaikan tanpa kita sadari..

...

"Wahai hambaKU, setiap subuh bahkan sepertiga malam AKU menungguimu. memperhatikan dirimu berangkat dari tempat tidurmu. AKU sangat berharap kau bangun kemudian menyapaKU, memohon kepadaKU dengan segenap cintamu,, tapi lagi-lagi tak pernah KU dapatkan itu. Kau lebih memilih menarik selimut tebalmu,,yang kau tahu? adalah salah satu nikmat dariKU.

Wahai hambaku,, Lihatlah dunia lain diluar dirimu. Bencana ku tampakkan padamu, agar kau tahu, kau sadar, bahwa aku masih sangat menyayangimu, aku masih ingin kau bertaubat dan menebar kebaikan pada sesamamu, pada alam dan lingkunganmu. walau AKU harus terus bersabar akan cinta yang tak pernah kau letakkan di hatimu.

Aku tahu, ada sedikit cinta itu, tapi tak sebesar cintamu pada Dunia, cintamu pada uang, cintamu pada kekasihmu, cintamu pada istrimu, cintamu pada anakmu, cintamu pada orangtuamu, cintamu pada aktivitasmu yang sibuk dan populis sehingga begitu sering kau lupakan AKU.. Wahai hambaku, andai kau menyadari betapa besar CINTA dan NIKMAT yang KU berikan padamu, niscaya akan kau tinggalkan segala atribut dunia itu. Tingkahmu, bicaramu, pandanganmu, pola pikirmu, persaudaraanmu, sikapmu, niatmu, semua itu akan karena AKU.. Karena CINtamu pada_KU.."

SADARKAH KITA WAHAI SAUDARAKU? BAHWA CINTA ITU. CINTA ALLAH TERHADAP DIRIMU ITU BEGITU AGUNG DAN BEGITU MULIA. MASIHKAH KITA INGIN MENGINGKARI NIKMATNYA? MELUPAKAN IA SAAT BAHAGIA, TERSEOK-SEOK MEMINTA-MINTA JIKA TERTIMPA MUSIBAH, ATAU BAHKAN MEMAKI-MAKI DIRI_NYA.

TAPI AKU TAHU, KITA TAHU, BAHWA DIRIMU, DIDALAM HATIMU ITU, TELAH KAU SIMPAN DENGAN LEMBUT SEBENTUK CINTA YANG HANYA UNTUK_NYA. DAN HANYA KARENA_NYA..

Cinta muliamu itu, Cinta karena_NYA..

begitupun saat ini tertumpah, karena cintaku padamu sahabatku,,adalah cinta karena_NYA..

Wallahu'alam bi showab..

Rabu, 11 Agustus 2010

Entrepreneur dalam Dakwah Pergerakan Mahasiswa


Sedikit ingin menuliskan sebuah motivasi, secercah perhatian atas semangat yang hampir luntur, dan semangat ingin berbagi. Kali ini saya(sebagai seorang Mahasiswa) ingin merangkai berbaris kalimat mengenai Entrepreneurship dalam sudut pandang cara mahasiswa dalam dakwah pergerakannya.

Senyum merekah dengan wajah merona. Hidup yang lebih luas terbentang jauh di depan mata. Saat-saat keluarga menyulap kita menjadi raja dan ratu sehari. Teman-teman menyenandungkan kegembiraan dan lukisan semangat penuh dukungan. Ah,,,indahnya, apalagi jika dibarengi dengan embel-embel “Dengan Pujian”. Ya, lengkaplah sudah.

Pikiran pun mulai terbagi, ada yang ingin melanjutkan kejenjang berikutnya, mencari kerja atau melamar seorang pujaan hatinya(ciee,ehm). Tapi tak sedikit pula militan-militan kampus yang kemudian mengkultuskan dirinya dalam gerakan dakwah yang ingin senantiasa berkecimpung didalamnya(brjuang di jalan Allah(Subhanaallah..). Tetapi kemudian kesibukan diri menuntut untuk segera membahagiakan orang tua dengan pencarian nafkah. Memang kita sudah punya peta, jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Bahkan terlalu banyak jalan sebenarnya yang tinggal kita pilih dan pilah.


”Dan Dari 10 pintu Rizqiy yang Allah buka kepada seluruh manusia, 9 pintu Rizqiy untuk para usahawan dan 1 pintu untuk karyawan.”

Al Hadits

Kewirausahaan saat ini banyak sekali diperbincangkan. Mengingat fakta yang ada bahwa rendahnya jumlah entrepreneur dan sulitnya melahirkan entrepreneur muda yang gesit dan inovatif.
Fakta ini yang saat ini terjadi di Indonesia, fakta bahwa lemahnya sumber daya manusia kita dalam memahami jiwa entrepreneurship yang sesungguhnya dan pemikiran yang terjebak pada kebiasaan masa penjajahan feodalisme yang memberikan frame pada orientasi pendidikan di Indonesia bahwa output didikan yang diharapkan adalah sebagai pekerja. Sikap menganggap status pekerja(terutama pegawai negeri) adalah priayi yang memiliki status sosial yang tinggi di masyarakat semakin menambah keyakinan masyarakat untuk meloloskan anak-anak mereka hanya pada taraf pekerja, jauh dari wirausaha.
Sikap pendidikan karakter entrepreneurship ini tidak ditanamkan sejak kecil. Yaitu menanamkan sikap kemandirian, kreativitas dan inovasi diri dalam bertindak. Kebanyakan kita hanya diframe utk terus menerima dan menerima yang kemudian beroutput SDM yang hanya menerima pekerjaan tapi tidak untuk “memberi” pekerjaan.

Sesungguhnya begitu banyak ketakutan yang tidak jelas dikalangan muda , mahasiswa khususnya untuk mengembangkan diri dalam usaha menjadi seorang entrepreneur, memulai sikap menciptakan kesempatan (opportunity creator), menciptakan ide-ide baru yang orisinil (inovator) dan berani mengambil resiko dan mampu menghitungnya (calculated risk taker), tidak banyak orang yang mampu menanamkan dlm kehidupan sehari-harinya (sikap entrepreneur,2009).

Sebenarnya sudah banyak contoh di masyarakat bagaimana kesuksesan seseorang ketika dimulai dengan keyakinan diri yang cenderung untuk memulai usaha mandiri dan bertujuan untuk khalayak ramai. Kadang kita mempertanyakan hal-hal yang menjadi titik ledakan kesuksesan ini dan tidak menutup kemungkinan bagi pemula entrepreneur muda.

Tanpa kita sadari, aspek-aspek kehidupan seperti keinginan memberi, kasih sayang, empati, kepercayan dan mengutamakan kepentingan bersama menjadi langkah awal yang baik ketika kita mulai membangun jiwa entrepreneur. Sebagai contoh, ketika ada seorang mahasiswa berpakaian lusuh dan culun, dengan mengenakan kacamata tebalnya kemudian datang kepadamu lalu berkata “Beri aku modal 100 dolar, lalu dengan saham itu kita akan menjadi org terkaya di dunia!”. Apa yang akan kita lakukan? mungkin kita akan langsung mengumpat-umpatnya dan menggangapnya sebagai suatu kekonyolan atau bahkan langsung pergi tanpa memberi kesempatan padanya untuk memberikan alasan. Tapi ternyata dengan ketekunannya, kegigihannya, beberapa tahun kemudian ia pun berhasil menjadi orang terkaya di dunia dengan bisnis Microsoftnya. Itulah Bill Gates, dengan usaha keras dan keyakinan atas dirinya, ia mampu mewujudkan keinginnanya.

Meskipun disini diberikan contoh seorang yg bukan Muslim, tetapi ia adalah salah satu bentuk Kuasa Allah yg dijadikan “sampel” bagi yang lain untuk terus berusaha dalam keyakinan diri. Kemudian apakah yang dilakukan Bill Gates ketika usahanya berhasil? Menurut dari berbagai sumber yang saya dapatkan, ±40% penghasilannya ia sumbangkan kepada PBB. Ia lebih suka berbicara tentang kepeduliannya terhadap kemanusiaan, ketimbang berbicara tentang penghasilan yang ia dapatkan dan keberhasilannya. Dan masih banyak lagi kisah sukses lainnya, saya rasa teman2 lebih tahu dan paham daripada saya.

Ketika kita melihat pada contoh diatas, nampaknya semua perhitungan bisnis, perilaku usaha, serta sikap profesionalisme hanya tertuju pada nilai-nilai spiritual. Nilai-nilai ini mungkin tidak mereka sadari, seperti kesederhanaan, kasih sayang yang tulus, kejujuran, kepedulian, kebersamaan, dan kesetiaan. Mereka memaknai nilai-nilai kehidupan bukan pada materi atau jumlah uang yang berhasil mereka kumpulkan, justru pada pencapaian nilai-nilai spiritual. Dimana kita memiliki perasaan yang lebih bermakna, ketika kita mampu membahagiakan dan mensejahterakan orang lain.
Tidak perlu melihat yang lain, cukup lihat satu teladan yang ini saja, kita bisa mengikuti jejak kesuksesannya secara nyata, dialah Al Quran yang berjalan, Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW adalah seorang entrepreneur bermodal dengkul, tidak bisa baca tulis, yatim piatu, tapi bisa sukses! Beliau adalah pemimpin yang bijaksana, seorang motivator ulung. Ketika sahabat-sahabatnya disiksa kaum Kafir Quraisy, Nabi tampil sebagai motivator sehingga sahabat mampu bersabar padahal siksaan yang dihadapi sangat biadab. Hal yang tak kalah menarik adalah kerja keras Nabi dalam memasarkan “produk” (Agama). Beliau tidak malu, tidak takut gagal, tak putus asa, teguh pendirian, sabar meskipun diludahi dan dilempari batu dan kotoran unta oleh “prospek”. Kitapun akan menemui hal yang sama ketika menawarkan produk kita, usaha entrepenurship. Kita akan sangat sering menemui orang-orang seperti Abu Bakar(ditawari langsung membeli), Abu jahal(sama sekali tidak tertarik bahkan menghalangi gerakan bisnis walaupun telah ditawarkan berkali-kali), atau seperti Abu Thalib(mendukung namun tidak membeli).

Ingatlah, jarang timbul kegagalan akibat bekerja terlalu lambat atau terlalu berhati-hati. Namun kegagalan sering disebabkan karena kesalahan menilai dan persepsi atau karena gegabah dan terlalu terburu-buru. Dan ketahuilah, kesuksesan itu tidak perlu ditunggu, melainkan kitalah yang akan menjemputnya.

Pintu masa lalu telah tertutup, pintu masa depan pun belum tiba. Pusatkan saja diri kita untuk hari ini. Kita dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila kita mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.

Hiduplah hari ini. Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit.
Hiduplah hari ini yang penuh dengan ide dan perencanaan, tanpa rencana, tanpa sketsa, sebuah rumah tidak akan pernah bisa berdiri dengan baik. Lukislah sketsa hidupmu seindah mungkin.
Hiduplah apa adanya,perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, meski mereka berprilaku buruk terhadap kita.

Hiduplah dalam perasaan selalu diawasi Allah YangMaha Mengawasi.

Lakukan yang terbaik HARI INI dan MULAI SEKARANG JUGA!

I’M SURE THAT WE CAN!

LET’S START THE DAY WITH SMILE AND CONFIDENCE.

SALAM HANGAT, SEMANGAT, DAN SUKSES SELALU DARI PENULIS!!^__^

Jumat, 02 April 2010

UN(Ujian Nasional), Menyikapi Ranah Kontroversialmu Oleh: Multi Aliyyah Rizqiy (Kadept. Kajian Strategis dan Advokasi BEM PSIK FK UNSRI)

Ketika kita berbicara mengenai UN, Pro-Kontra selalu mewarnai pelaksanaanya. Ujian, kelulusan, kejujuran, sistem, harapan, target, kontroversial, adalah serangkaian kata-kata yang selalu menghiasi perajalanan UN maupun detik-detik saat menghadapinya. UN (Ujian Nasional) telah menjadi hal yang tidak lagi disikapi secara wajar, baik dari pihak sekolah, masyarakat dan siswanya. Pelaku pendidikan di Negara ini seakan-akan telah menjadikan UN sebagai sesuatu yang mesti sukses keseluruhan tanpa adanya ketimpangan, siswa diharapakan untuk lulus semua tanpa ada yang tertinggal. Begitu bermacam cara yang ditempuh ketika UN sudah diambang mata, serangkai strategi pihak sekolah menghadapi UN telah mengalihkan fungsi sekolah sebagai tempat kursus kilat.

Saat kita berbicara tentang sistem pendidikan, tidak cukup jika kita hanya menitik beratkannya pada hal penyebaran isi ajaran kepada siswa, diperlukan target, tujuan, strategi dan evaluasi dalam menempuh sebuah sistem. Ketika kita berbicara target maka diperlukan kompetensi pendidikan dalam mencapainya, diperlukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana target itu telah tercapai. UN yang berarti Ujian Nasional menempatkan dirinya sebagai standar, standar kompetensi pendidikan dan evaluasi atas isi ajar yang telah diberikan kepada siswa. Layaknya ujian sekolah biasa, yang membedakan UN dengan yang lain adalah mata pelajaran utama, Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris atau sesuai dengan jurusan yang diambil. Kalaupun ke tiga mata pelajaran tersebut tidak di UN kan, tentunya akan tetap diujian sekolahkan.

Dalam hal PP No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Pasal 72 Ayat 1 disebutkan bahwa siswa dinyatakan lulus dari satuan pendidikan dasar dan menengah setelah : (a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran; (b) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan; (c) lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, dan (d) lulus ujian nasional.

Dalam pasal itu tertera jelas bahwa UN bukanlah yang paling utama, tidak menganaktirikan mata pelajaran yang lain, untuk lulus tidak hanya tiga mata pelajaran pokok saja yang diambil, melainkan mata pelajaran sosial yang lain, untuk lulus diperlukan akhlak dan kepribadian, serta wawasan lain yang mendukung kondisi kognitif, afektif dan psikomotorik seorang siswa.

Tetapi kemudian ketika kita dikembalikan untuk melihat kenyataan yang ada, sistem itu kemudian menuntut untuk menempatakan UN ini pada hal yang luar biasa, persepsi ujian yang tidak seperti ujian biasa. Ujian nasional tidak mesti melulu dipermasalahkan, ada banyak hal yang perlu diambil sikap kritis dari kebijakannya. Sistem, sistem yang menuntut menjadikan para pelaku pendidikan menempatkan diri sebagai penghasil pendidik instan tak bermoral, mementingkan kuantitas kelulusan dibanding kualitas kelulusan.

Ketika tidak adanya kesiapan dan pemahaman yang baik, baik dari pelaku pendidikan itu sendiri maupun dari pemerintah, UN yang notabenenya sebagai ujian kompetensi siswa kemudian dijadikan sebagai patokan dan tolak ukur kelulusan utama, dijadikan momok untuk mengedepankan egoisme sekolah dibanding moral pelaksana dan siswanya.

Keinginan untuk dicap sebagai sekolah yang baik dan embel-embel membantu siswa agar bisa melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi, menuntut pelaksana bersikap curang dan banyak ‘sip-sip’an dalam melaksanakan UN itu sendiri.

Sekali lagi hal ini memacu pada sistem yang kemudian tidak dipersiapkan secara matang dan awas, sistem yang notabenenya hanya mengacu pada evaluasi tanpa memperhatikan kondisi. Ketika berkoar-koar dicanangkannya pentingnya evaluasi, lantas sedikit sekali terdengar kesiapan dan kepedulian terhadap kondisi pendidikan saat ini, fasilitas yang tidak memadai dan timpang antara satu sekolah dengan sekolah lainnya semakin membuat tanda tanya besar untuk sekedar standarisasi pendidikan secara nasional. Ketika nasib guru-guru di daerah pelosok kurang diperhatikan, ketika fasilitas tidak sesuai dengan tuntutan, ketika siswa lebih memilih untuk bermain ketimbang datang ke sekolahnya karena takut ditimpa atapnya yang sudah buruk ketika melaksanakan proses ajar mengajar.

Lantas masihkah kita peduli, peduli sedikit saja terhadap kondisi pendidikan kita saat ini. Walaupun memang ada segelintir orang yang bersungguh-sungguh dalam mengabdikan dirinya sebagai abdi pendidik jujur dan setia, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak ditemukan ketimpangan yang nyata dan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan ranah pendidikan sebagai lahan bisnis, sungguh memprihatinkan. Bukalah mata kita lebar-lebar, begitu banyak yang pendidikannya hanya bisa menilai dari sekedar persepsi, hanya mengikuti suara-suara penguntung jangka pendek tanpa memikirkan jangka panjang.

Sekali lagi, ketika tak ada yang bergerak secara nyata untuk memulai kepedulian ini, maka kondisi pendidikan di Indonesia kita tercinta akan begitu-begitu saja, selalu diwarnai konflik, ketidakadilan, kecurangan, bahkan korupsi. Saat tak ada lagi sikap mengedepankan akhlak dan nurani, saat semua sibuk dengan pembelaan diri, saat hanya ingin mengomentari tanpa memberi solusi, saat wakil rakyat dan rakyatnya tidak duduk bersama untuk mendiskusikan dan mencarikan solusi atas hal penting yang dianggap remeh ini.

Sadarkah, simbol mahasiswa yang kemudian melekat pada diri menjadi tanggung jawab dan amanah besar demi pembaharuan dan pembangunan bangsa madani, sadarkah akan mata-mata penuh harap dari adik-adik muda belia yang nuraninya menuntut kepedulian hati, menuntut kebenaran dari pemikiran idealis, peduli, netral dan pro-rakyat? Jangan egois kawan, kalaupun jika engkau tak mampu bergerak dengan tanganmu, maka sambut dengan suaramu, namun jika masih tak mampu setidaknya berbahagialah akan nuranimu yang masih peduli terhadap pendidikan yang ada pada bangsa dan negaramu.

Minggu, 28 Maret 2010

Ibu, I Love U...


“Ah, udahlah Bu, Amah mau pergi bentar kok gak boleh. Maunya ibu tuh bagaimana sih sebenernya. Amah di rumah terus salah, keluar juga gak boleh jauh-jauh! Terus bolehnya apa dong? Tepekur aja gitu di rumah?!” Aku sebel, tiap hari ada-ada aja alasan Ibu biar aku gak keluar rumah.

“Amah, bukan seperti itu nak.. ibu hanya mengingatkan pada Amah kalau anak gadis keluar sudah terlalu malam itu gak baik.. nanti apa kata orang sayang...” omelan singkat Ibu yang hampir setiap malam diulang dengan kalimat yang sama itu, bagaikan dentuman kembang api yang siap meluncur ke telingaku.

“Pokoknya Amah gak mau tau, walau bagaimanapun Amah tetep mau pergi. Orang ada Birthday Party juga di tempat temen. Hari gini gak tau night party, kuno...” hahaha...tawaku dalam hati. Aku memang selalu bosan dengan Ibu, kuno. Kalau melihat teman-teman ku yang lain, wah, mamanya enak banget.. mau apa aja dikasih, kemana aja gak ada yang larang. Duh, enaknya jadi anak orang kaya.

Yah, memang kalau dibandingkan dengan teman-temanku aku cuma anak seorang pegawai negeri yang gajinya selalu pas-pasan, pas butuh duit gak ada, pas mau ini itu gak dikasih. Apalagi ayahku yang sama sekali tak pernah kulihat wajahnya, kata Ibu sih ayahku telah meninggal pada saat umurku baru 6 bulan dalam kandungan. Sungguh kasihan nasibku. yah, kuakui, aku memang sangat kurang perhatian dari orangtua ku. Apalagi Ibu, kerjaannya setiap pagi hanya mengomeli diriku. Bosan! Seperti monster saja. Ya, seperti monster!hahaha..

“Mah, cobalah dengarkan Ibumu sedikit saja. Ya sayang, Ibu punya alasan kenapa Ibu tidak mengizinkanmu pergi keluar. Apalagi ini sudah malam sekali nak, sudah pukul 11 malam. Sangat tidak baik untuk seorang anak gadis pergi keluar. Lagi pula besok Amah mau kuliah kan.” Tiba-tiba dipegangnya pundakku, entah kenapa aku merasakan seperti ada sesuatu yang menjijikkan mampir di pundakku, dan menjalar cepat ke otakku dan.. Cepat-cepat ku tangkis tangannya, reaksi langsung yang sangat kusadari itu membuat Ibuku terdiam sejenak dan terlihat tetes-tetes air yang hampir jatuh ke pipinya yang sudah tua itu. Ah, sudah sangat biasa pemandangan seperti ini. Aku toh tak kan peduli, karena sudah menjadi makanan pokok setiap malam bagiku. Kutinggalkan sosok tua itu sendiri berdiri di depan pintu rumah menatapku masih dengan matanya yang basah. Emang aku pikirin!

***

Pagi ini kepalaku terasa sangat berat, rasanya ada 7 kilo batu ditumpukkan di atas kepalaku. Perutku sangat sakit, sepertinya seluruh isi perutku akan dikeluarkan semua dari lambungku. Aku mabuk, walaupun aku tak mabuk minuman, tapi aku mabuk,mabuk musik dugem semalam. Sudah biasa, jika aku pulang malam pastilah pemandangan yang sangat biasa dariku, mabuk.

Susah sekali mataku untuk kugerakkan, ngantuk. Samar-samar kudengar suara memanggil-manggilku untuk segera bangun dari tidurku. Suara yang sudah sangat ku kenal karena setiap pagi mengganggu telingaku, yah siapa lagi kalau bukan Ibu.

“Ya ampun, hari ini aku mesti dateng pagi! Gawat banget kalo pagi-pagi udah dimarahin Pak Dodo. Malu dong aku, nanti reputasi baikku di kampus jadi tercemar. Kalau udah tercemar, pasti aku dikeluarkan dari gank anak orang kaya di kampusku.”

Jeritku dari dalam kamar berukuran 2x3 itu dengan kagetnya. Aku lupa, hari ini mata kuliahnya, siapapun yang bermasalah dengannya maka akan membawa malu untuk diri sendiri, karena sifatnya yang selalu menyebarkan kejelekkan mahasiswanya kepada mahasiswa lainnya. Cepat-cepatku bergegas untuk pergi ke kampus, keadaan kamar kubiarkan begitu saja. Yah, ada yang membersihkannya, Ibu.

Sekilas saat ingin melangkahkan kaki keluar rumah, kulihat Ibu sibuk sedang sangat sibuk dengan pekerjaannya membuat kue di dapur. Biasa, menjual kue sebagai tambahan uang jajanku. Samar kudengar dari arah dapur tempat Ibu membuat kue, bahwa Ibu sedang menelepon temannya bahwa hari ini ia tak bisa mengirimkan kue seperti biasanya.

Saat itu, tak sengaja mata kami beradu pandang. Ibu pun tersenyum padaku, senyum yang enathlah, tidak membuatku merasa nyaman. Senyum memuakkan. Betapa bencinya aku terhadap Ibu, dia selalu seenaknya saja mengekang hidupku. Mungkin dengan cara beginilah aku harus bertindak pada Ibu. Aku tak mau dikekang seperti anak gadis pada zaman Siti Nurbaya! Heaah!

Aku jadi sangat penasaran kenapa ibu tidak mengirimkan kue, gawat banget nih, karena tanpa berjualan kue aku tidak akan mendapatkan uang jajan tambahan. Ah, mungkin saja Ibu menjual kue dalam bentuk lain. Tapi terserah sajalah padanya, yang penting aku dapat uang jajan tambahan!

Belum sempat melangkahkan kaki keluar, tiba-tiba saja Ibu berteriak memanggilku, “Amah, nanti pulangnya jangan terlalu malam ya anak Ibu sayang. Satu hari ini saja, tolonglah nak penuhi permintaan Ibu. Sekali ini saja pulang cepat sehabis dari kampus ya. Nanti setelah ini Ibu tak akan mengekangmu lagi. Ibu janji!” hah, Ibu tak kan mengekangku lagi, berita bagus. Mungkin kali ini aku akan sedikit menuruti keinginan Ibu, yah hanya sekedar untuk menyenangkan hatinya saja. Dan ini tentunya kesempatan baik untukku keluar malam. Hah akhirnya...

“oke baiklah. Amah akan pulang cepat!” jawabku singkat tak penuh basa-basi.

“benarkah anakku, makasih ya nak. Ibu senang sekali mendengarnya. Janji ya bakalan pulang lebih cepat dari biasanya!” tiba-tiba didekatinya aku, dia minta izin untuk memeluk dan mencium keningku barang sebentar saja. Awalnya aku sempat berpikiruntuk menolaknya. Tapi kenapa entah ada angin baik apa yang menimpa diriku sehingga kuizinkan Ibu melakukannya, tanpa marah-marah lagi seperti kemarin-kemarin. Sekali-kali menyenangi hatinya, karena tadi Ibu juga sudah menggembirakan hatiku tentang berita baik mengenai kebebesanku!

Serrrrr, rasanya ada sebongkah jarum kecil merasuk kejantungku, seperti tersiram air hangat di kaki gunung yang pernah aku kunjungi, pelukan dan kecupan Ibu saat itu tak seperti dulu. Dekapannya yang erat tiba-tiba membuatku dejavu, aku merasa kembali ke masa ku kanak-kanak dulu. Ketika aku begitu dekat dengan Ibu. Ketika aku adalah sau-satunya orang yang mampu membuat Ibu tersenyum.

Entahlah, mengapa pagi itu terasa begitu berbeda dari biasanya. Kemudian ditatapnya mataku dan serrrrrr, ada gelombang kehangatan di sana. Getaran Cinta yang begitu dalam dari sinar matanya. Embun matanya tiba-tiba keluar dengan sendirinya. Ibu menatapku begitu lekat, seperti ada yang hendak dikatakannya. Akupun membiarkan perlakuan Ibu pagi itu pada ku. Entah kenapa, biasanya memegang sedikit saja tanganku aku seperti tak rela, ku tepis jauh-jauh tangannya. Tapi sekarang aku melemah, melunak, seperti ada ikatan dahsyat pada tubuhku yang membuat aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Akupun merasakan sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya, seperti ada sesuatu yang telah lama hilang dari hatiku kemudian baru dimunculkan lagi saat ini. Sebuah perasaan rindu yang telah lama terpendam tapi tak bisa dikeluarkan. Hatiku terasa sangat sakit, seperti ditusuk-tusuk jarum. Sakit sekali. Entah, entah kenapa.

***

Kegiatan di kampus setelah mata kuliah pak Dodo begitu padat. Apalagi aku yang memegang jabatan sebagai salah satu pengurus BEM-U, sungguh sibuk. Tetapi beruntung sekali aku, jarang sekali aku menemukan kesulitan baik dalam belajar maupun berorganisasi. Bahkan aku mendapatkan beasiswa yang jumlahnya lumayan untukku shopping di mall bersama teman-temanku. Layaknya anak orang kaya. Walaupun sebenarnya hampir setiap malam libur aku dalam kondisi mabuk, tapi tak ada satu orangpun yang meengetahuinya. Mungkin dewa Fortuna sedang berpihak padaku. Hari-hariku begitu penuh keberuntungan, tentunya dengan usahaku sendiri, walaupun sebenarnya aku jarang sekali belajar. Mungkin inilah yang disebut dengan keberuntungan hidup.

Toh tanpa doa dari seorang Ibu yang kerjanya memarahiku setiap hari itu aku bisa sukses dengan usahaku sendiri.

Persepsi yang salah menurutku kalau doa Ibu itu sangat manjur. Buktinya saja Ibuku, pasti karena kekesalan hatinya terhadapku dia mendoakan aku agar jadi anak yang celaka dan tidak dimudahkan dalam setiap urusan. Hah, sayang sekali Ibu, doamu itu tak pernah manjur!

Hari ini teman satu gank ku ada yang night party lagi dirumahnya. Akupun tak mau menyia-nyiakan kesempatan bagus ini. Tapi bukannya tadi aku sudah janji sama ibu untuk pulang lebih awal? Ah sudahlah, nanti bisa ku jelaskan padanya. Toh, besok-besok juga masih bisa kok. Maaf Ibu, Amah gak bisa pulang. Jadi, jangan berharap banyak ya. Begitulah pesan singkat yang kukirimkan melalui SMS kepaa Ibu.

Tak lama kemudian ada balasan, nak, tolong sekali ini saja pulanglah lebih awal ya. Kan tadi sudah janji sama ibu. Setelah ini Ibu takkan menuntut lagi.

Hah, baiklah, kataku dalam hati. Mungkin aku akan pulang hari ini, tapi takkan lebih awal.

Huuw, indahnya malam ini. Night party dirumah temanku yang merupakan anak konglomerat ini sangat mengasyikkan. Tak ingin rasanya meninggalkan pesta begitu saja. Dari tadi kurasakan hp dikantong bajuku bergetar, mungkin sms dan telepon dari Ibu. Ya benar, dari tadi Ibu tak berhenti-hentinya menelpon dan meng-SMS i ku. Tetapi Smsnya tak ada yang kubuka, dan telponnya tak ada yang ku angkat. Malas!Telepon itu baru berhenti sekitar pukul 2 pagi. Ibu tak henti-hentinya menelponku dari pukul 7 malam hingga pukul 2 pagi.

Saat tak kurasakan lagi getaran handphone di kantong bajuku. Aku tiba-tiba bergegas ingin pulang, rasa kemanusiaanku masih ada. Kasihan juga Ibu menungguku terlalu lama. Malam ini tak seperti malam biasanya, aku tak mau mabuk. Tapi saat ku ingin pulang, teman-temanku berusaha menghalang-halangiku. Mereka memelas memohon padaku. Yah sudahlah, daripada nanti aku dikeluarkan dari gank mereka. Lebih baik aku turuti saja maunya. Dan akhirnya, aku baru pulang pagi, esok harinya.

***

Saat hendak memasuki halaman rumahku, begitu banyak tetangga yang datang. Kebanyakan dari mereka mengenakan busana muslim. Kemudian kulihat, ada seorang bapak-bapak yang menancapkan bendera kuning dirumahku. Tiba-tiba ada sentakan kuat dalam hatiku, sentakan dahsyat seperti aliran listrik 50 watt di jantungku.

Embun-embun basah tak kusadari memenuhi pipiku. Entah, aku tak tahu apa yang terjadi. Aku tak pernah menangis sebelum ini. Bahkan tak mengerti apa sebabnya sama sekali yang membuat aku berederai air mata.

Dengan perasaan cemas dan takut, kulangkahkan kakiku masuk kerumah. Kulihat para tetangga sudah memenuhi ruang tamuku yang sesak. Ku lihat sesosok tubuh terbaring kaku di sana. Ibu....

Tiba-tiba saja segala persendian ku menjadi lemas dan kaku. Aku seperti tak bisa bergerak lagi, tak bisa berkata apa-apa.

Akupun dibimbing para tetangga untuk melihatnya secara dekat. Bertubi-tubi kalimat yang diluncurkan oleh ibu-ibu yang mungkin tetanggaku itu agar aku sabar.

Perlahan-lahan kulihat wajahnya...

Ada sentakan lagi di hatiku yang membuat air mataku berderai lebih deras. Aku tak kuat lagi. “Ibuuuuu...................” teriakku. “Ibu, maaf.. Maaf atas janji Amah yang tak sempat Amah penuhi untuk Ibu. Mungkin perasaan Ibu saat itu sangat sakit. Amah benar-benar anak durhaka Ibu, Amah tak pernah memikirkan perasaan Ibu. Amah menganggap Ibu hanyalah pengganggu hidup Amah selama ini. Amah salah Ibu, Amah sadar,,, Ibulah yang terpenting dalam hidup Amah. Selama ini Amah sudah melakukan kesalahan besar pada Ibu. Tak terhitung berapa liter air mata yang sudah Ibu habiskan karena Amah. Ibu selalu menangis karena Amah. Amah baru menyadari bahwa sosok yang selama ini begitu Amah rindukan adalah Ibu, yang selalu Amah nantikan di setiap pagi indah Amah adalah dekapan hangat dari Ibu, seperti pagi kemarin Ibu... Andai saat ini Ibu dapat mendengar semuanya bahwa Amah menyesal ibu...menyesal...tapi semua telah terlambat. Tak ada lagi senyuman hangat yang selalu menyambut pagiku. Tak ada lagi omelan-omelan yang sesungguhnya adalah seluruh perhatian dan cinta ibu kepadaku.....aku, aku.....” aku tak kuat lagi melanjutkan kata-kataku. Seketika sempat terbesit dipikiranku. Aku ingin Ibu hidup kembali. Mengulang semuanya dari awal.Tapi takkan mungkin bisa, nyawanyatelah lepas dari badannya. Aku hanya bisa menyesal dan terdiam bagai sampah yang sangat busuk dan kotor. Para tetangga terdiam melihatku, tak ada yang berani berbicara. Mereka memang sudah tahu dengan kebiasaanku yang selalu melawan Ibu.

Pemakaman Ibu prosesnya begitu cepat, tak ada hambatan sama sekali.

Akupun pulang kerumah dengan langkah gonati dan lesu. Beberapa tetangga masih ada yang menjaga dirumahku. Berjaga-jaga agar aku tidak begitu tertekan dengan keadaanku yang sendirian saat ini.

Kulihat sekitar rumahku, sunyi. Hatiku masih terasa hampa, kosong. Sepertinya aku tak ada semangat hidup lagi.

Kulangkahkan kakiku ke dapur, kulihat sebuah kue tar yang sangat cantik tergeletak disana, diatas kue itu bertuliskan Met Ultah ya Anakku yang paling Ibu sayangi..

Tiba-tiba, keluar lagi air mataku yang telah kukeluarkan seharian tadi. Aku menangis sejadi-jadinya. Bahkan aku sendiri pun lupa dengan hari ulang tahunku sendiri. Aku lupa, tapi ibu, Ibu yang selalu kusakiti hatinya, Ibu yang kukecewakan karena janjiku padanya tak pernah kutepati, adalah satu-satunya orang yang ingat dan paling antusias dengan hari lahirku. Aku lupa, kalau nama ku Marhamah, yang artinya kasih sayang. Tak pernah kuberikan kepada ibu arti namaku, padahal yang Ibu harapkan sebenarnya adalah kasih sayang dari ku saat memberikan namaku. Nama yang begitu cantik dan indah maknanya, tapi tak pernah ku sadari sebelumnya.Tak kuat aku menahan semuanya, kulihat di pinggir kue ulang tahun itu ada sebuah surat bertuliskan untukku, isinya..

***

Untuk Anak Ibu yang semoga selalu dilimpahkan rahmatnya oleh Allah...

Nak, sebelumnya ibu ingin mengucapkan selamat ulang tahun ya. Ibu senang sekali ketika pagi tadi Amah tidak menolak ketika Ibu peluk dan ibu kecup keningnya. Rasanya ada berjuta-juta bunga menghampiri ibu. Ibu merasakan kebahagiaan yang sangat luar biasa. Ibu merasa seperti orang yang diberikan kebahagiaan paling indah di dunia oleh Allah...

(Aku pun berhenti sejenak, menghapus air mata yang terus mengalir di pipiku..)

Hanya satu pesan ibu nak, nanti, ketika ibu tak ada lagi di dunia ini, jadilah wanita tegar dan mandiri ya. Jangan pernah engkau tangisi kepergian ibumu ini. Ibu takkan senang melihat kau menangis. Tertawalah anakku, lakukan apa yang kau suka. Tapi ingatlah, dalam hidup, kita mempunyai tanggung jawab yang lebih besar kepada Allah. Karena Dia lah yang telah mengatur semua tentang kita. Mengatur hidup dan mati kita. Jangan pernah kau tinggalkan Tuhanmu barang sedikit saja. Karena hanya Dialah penyejuk jiwa. Penyejuk dari segala dahaga dan kehampaan hidup. Maha melihat dan mendengar apa yang telah kau lakukan selama kau hidup di dunia yang fana ini.

Oh ya, ibu ingin sekali melihat anak ibu tersayang berhasil nantinya, dan membangun keluarga yang mawaddah, warahamah. Janji ya!

Sekian dulu anakku tersayang. Cinta ibu tak kan pernah bergeser sedikitpun kepadamu sampai akhir hayat ibu, selamanya....

Yang begitu menCintaimu

-Ibu-

“ ya Allah....” saat itu secara spontan, Allah, rabb ku, yang telah lama aku tinggalkan sejak aku menduduki bangku kuliah kini hadir kembali di hatiku. Bagaikan siraman air hangat yang wanginya semerbak menyirami tubuhku ketika aku menyebut nama-Nya. Sebuah lecutan energi yang entah darimana asalnya.

Bergegas aku menuju ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Ku lihat waktu menunjukkan 6.30 sore, masih ada waktu untuk menunaikan shalat maghrib. Ku ambil lagi mukenahku yang masih terlipat rapi di lemari paling bawah. Ku hadapkan tubuhku menghadap kiblat. Maaf,ampuni aku Rabb... telah terlalu lama aku melupakan-Mu Tuhanku...

Aku pun shalat untuk pertama kalinya, setelah setahun meninggalkannya. Naudzubillah... sudah sangat lama.. dan Alhamdulillah, bacaannya tak ku lupa sedikitpun.

Di akhir shalat, tak henti-hentinya aku berdoa, memohon ampunan pada Allah atas segala dosa dan salah yang pernah aku lakukan. Aku harus berubah, aku tak mau mengecewakan ibu. Aku akan menjadi anak shalehah yang akan selalu mendoakan ibunya. Yang akan terus melanjutkan perjuangan ibu walaupun sendirian. Aku baru sadar, betapa ibu adalah sosok yang sangat kuat dan tegar, dia masih sanggup bertahan dengan keadaan tak bersuami dan dengan anak yang selalu mendzalimi dirinya. Astaghfirullahalazim...

“Astaghfirullah, Astaghfirullahalazim... ya Allah, mengapa, mengapa penyesalan itu selalu lambat datang kepadaku, disaat aku baru menyadari semuanya begitu berarti, kau hilangkan mereka semua dari hidupku. Inikah ganjaran untukku? Inikah ganjaran yang pantas atas semua kesalahanku.... jika memang ini adanya, aku ikhlas ya Allah. Ikhlas.... tapi janganlah Engkau tambahkan lagi di akherat ya Allah. Aku mohon ampun, aku menyesal. Aku bertobat. Taubatan Nasuha Ya Allah. Telah begitu lama aku melupakan-Mu..... Ampuni ya Allah, ampuni dosa Ibuku dan juga Bapakku, pertemukanlah kami nantinya di Surga bersama-sama. Di surga-Mu yang indah itu. Terima kasih ya Allah, terima kasih atas sesosok manusia berhati malaikat yang kau kirimkan padaku untuk menjagaku, menemani setiap hariku, baik suka maupun duka, mengenalkanku kepada-Mu, dan memberikan rasa Cinta dan kasih sayangnya yang begitu tulus kepadaku.. Berikan aku ketegaran, keshalihan, kumpulkan aku bersama hamba-hambamu yang shaleh ya Allah. Biarkan aku hidup dalam rasa Cinta dan kasih hanya untuk diri_Mu....... kabulkanlah ya Rabb, kabulkanlah...amin, ya rabbal alamin...”

***

Pagi ini, langit begitu indahnya. Tak seperti biasanya, hatiku terasa begitu bahagia. Gaun yang kukenakan saat ini sangat pas ditubuhku. Tak sempit dan tak juga kebesaran. Tak melanggar syar’i busana muslimah yang kukenakan selama ini. Beberapa kali aku berkaca melihat penampilanku, cantik. Beberapa kali juga teman-teman akhwatku tertawa geli melihat tingkahku yang sangat lucu pagi itu.

Rasa gugup, cemas, bahagia, bercampur jadi satu. Hari ini adalah hari paling bersejarah bagiku. Hari Pernikahanku. Ya, hari pernikahanku dengan seorang pemuda tampan nan sholeh akhlak dan pribadinya, pendiri sebuah pondok pesantren di salah satu wilayah pulau Sumatera. Sosok orang yang nantinya akan membimbingku menuju jannah_Mu , dan mengumpulkan kami bersama, bersama ibu..

Ibu, lihatlah kini anakmu. Sebentar lagi akan mewujudkan cita-citamu. Ibu akan melihat ku dari alam sana dengan penuh senyuman. Melihatku memiliki keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah...

_Cintai Ibu, dan berikan kasih sayangmu padanya, sebelum penyesalan itu tiba.._