Blog
ini ditujukan hanyalah untuk berbagi..
berbagi hal yang belum sempat terucapkan lewat kata-kata dan tertumpahkan dengan tulisan,,

Memulai jejak dalam sebuah tulisan.
Menorehkan tinta sejarah hingga ia dikenal nyata.

Sejarah kehidupan dalam sebuah bingkai.
Melompati setiap ekstase dengan semangat menyala.

Walau terkadang lampu - lampu jalanan turut menghiasi medan menuju setiap tahap kemenangan, pengharapan dan sebuah pembelajaran tentang Kebijaksanaan.

Semua tertuang untuk sebuah cerita.
Cerita hidup yang aku, kau dan kita adalah pelaku setianya.
Hingga kemudian Cahaya gemilang itu mampu kau renggut, kau peluk dengan tanganmu.

Minggu, 28 Maret 2010

Ibu, I Love U...


“Ah, udahlah Bu, Amah mau pergi bentar kok gak boleh. Maunya ibu tuh bagaimana sih sebenernya. Amah di rumah terus salah, keluar juga gak boleh jauh-jauh! Terus bolehnya apa dong? Tepekur aja gitu di rumah?!” Aku sebel, tiap hari ada-ada aja alasan Ibu biar aku gak keluar rumah.

“Amah, bukan seperti itu nak.. ibu hanya mengingatkan pada Amah kalau anak gadis keluar sudah terlalu malam itu gak baik.. nanti apa kata orang sayang...” omelan singkat Ibu yang hampir setiap malam diulang dengan kalimat yang sama itu, bagaikan dentuman kembang api yang siap meluncur ke telingaku.

“Pokoknya Amah gak mau tau, walau bagaimanapun Amah tetep mau pergi. Orang ada Birthday Party juga di tempat temen. Hari gini gak tau night party, kuno...” hahaha...tawaku dalam hati. Aku memang selalu bosan dengan Ibu, kuno. Kalau melihat teman-teman ku yang lain, wah, mamanya enak banget.. mau apa aja dikasih, kemana aja gak ada yang larang. Duh, enaknya jadi anak orang kaya.

Yah, memang kalau dibandingkan dengan teman-temanku aku cuma anak seorang pegawai negeri yang gajinya selalu pas-pasan, pas butuh duit gak ada, pas mau ini itu gak dikasih. Apalagi ayahku yang sama sekali tak pernah kulihat wajahnya, kata Ibu sih ayahku telah meninggal pada saat umurku baru 6 bulan dalam kandungan. Sungguh kasihan nasibku. yah, kuakui, aku memang sangat kurang perhatian dari orangtua ku. Apalagi Ibu, kerjaannya setiap pagi hanya mengomeli diriku. Bosan! Seperti monster saja. Ya, seperti monster!hahaha..

“Mah, cobalah dengarkan Ibumu sedikit saja. Ya sayang, Ibu punya alasan kenapa Ibu tidak mengizinkanmu pergi keluar. Apalagi ini sudah malam sekali nak, sudah pukul 11 malam. Sangat tidak baik untuk seorang anak gadis pergi keluar. Lagi pula besok Amah mau kuliah kan.” Tiba-tiba dipegangnya pundakku, entah kenapa aku merasakan seperti ada sesuatu yang menjijikkan mampir di pundakku, dan menjalar cepat ke otakku dan.. Cepat-cepat ku tangkis tangannya, reaksi langsung yang sangat kusadari itu membuat Ibuku terdiam sejenak dan terlihat tetes-tetes air yang hampir jatuh ke pipinya yang sudah tua itu. Ah, sudah sangat biasa pemandangan seperti ini. Aku toh tak kan peduli, karena sudah menjadi makanan pokok setiap malam bagiku. Kutinggalkan sosok tua itu sendiri berdiri di depan pintu rumah menatapku masih dengan matanya yang basah. Emang aku pikirin!

***

Pagi ini kepalaku terasa sangat berat, rasanya ada 7 kilo batu ditumpukkan di atas kepalaku. Perutku sangat sakit, sepertinya seluruh isi perutku akan dikeluarkan semua dari lambungku. Aku mabuk, walaupun aku tak mabuk minuman, tapi aku mabuk,mabuk musik dugem semalam. Sudah biasa, jika aku pulang malam pastilah pemandangan yang sangat biasa dariku, mabuk.

Susah sekali mataku untuk kugerakkan, ngantuk. Samar-samar kudengar suara memanggil-manggilku untuk segera bangun dari tidurku. Suara yang sudah sangat ku kenal karena setiap pagi mengganggu telingaku, yah siapa lagi kalau bukan Ibu.

“Ya ampun, hari ini aku mesti dateng pagi! Gawat banget kalo pagi-pagi udah dimarahin Pak Dodo. Malu dong aku, nanti reputasi baikku di kampus jadi tercemar. Kalau udah tercemar, pasti aku dikeluarkan dari gank anak orang kaya di kampusku.”

Jeritku dari dalam kamar berukuran 2x3 itu dengan kagetnya. Aku lupa, hari ini mata kuliahnya, siapapun yang bermasalah dengannya maka akan membawa malu untuk diri sendiri, karena sifatnya yang selalu menyebarkan kejelekkan mahasiswanya kepada mahasiswa lainnya. Cepat-cepatku bergegas untuk pergi ke kampus, keadaan kamar kubiarkan begitu saja. Yah, ada yang membersihkannya, Ibu.

Sekilas saat ingin melangkahkan kaki keluar rumah, kulihat Ibu sibuk sedang sangat sibuk dengan pekerjaannya membuat kue di dapur. Biasa, menjual kue sebagai tambahan uang jajanku. Samar kudengar dari arah dapur tempat Ibu membuat kue, bahwa Ibu sedang menelepon temannya bahwa hari ini ia tak bisa mengirimkan kue seperti biasanya.

Saat itu, tak sengaja mata kami beradu pandang. Ibu pun tersenyum padaku, senyum yang enathlah, tidak membuatku merasa nyaman. Senyum memuakkan. Betapa bencinya aku terhadap Ibu, dia selalu seenaknya saja mengekang hidupku. Mungkin dengan cara beginilah aku harus bertindak pada Ibu. Aku tak mau dikekang seperti anak gadis pada zaman Siti Nurbaya! Heaah!

Aku jadi sangat penasaran kenapa ibu tidak mengirimkan kue, gawat banget nih, karena tanpa berjualan kue aku tidak akan mendapatkan uang jajan tambahan. Ah, mungkin saja Ibu menjual kue dalam bentuk lain. Tapi terserah sajalah padanya, yang penting aku dapat uang jajan tambahan!

Belum sempat melangkahkan kaki keluar, tiba-tiba saja Ibu berteriak memanggilku, “Amah, nanti pulangnya jangan terlalu malam ya anak Ibu sayang. Satu hari ini saja, tolonglah nak penuhi permintaan Ibu. Sekali ini saja pulang cepat sehabis dari kampus ya. Nanti setelah ini Ibu tak akan mengekangmu lagi. Ibu janji!” hah, Ibu tak kan mengekangku lagi, berita bagus. Mungkin kali ini aku akan sedikit menuruti keinginan Ibu, yah hanya sekedar untuk menyenangkan hatinya saja. Dan ini tentunya kesempatan baik untukku keluar malam. Hah akhirnya...

“oke baiklah. Amah akan pulang cepat!” jawabku singkat tak penuh basa-basi.

“benarkah anakku, makasih ya nak. Ibu senang sekali mendengarnya. Janji ya bakalan pulang lebih cepat dari biasanya!” tiba-tiba didekatinya aku, dia minta izin untuk memeluk dan mencium keningku barang sebentar saja. Awalnya aku sempat berpikiruntuk menolaknya. Tapi kenapa entah ada angin baik apa yang menimpa diriku sehingga kuizinkan Ibu melakukannya, tanpa marah-marah lagi seperti kemarin-kemarin. Sekali-kali menyenangi hatinya, karena tadi Ibu juga sudah menggembirakan hatiku tentang berita baik mengenai kebebesanku!

Serrrrr, rasanya ada sebongkah jarum kecil merasuk kejantungku, seperti tersiram air hangat di kaki gunung yang pernah aku kunjungi, pelukan dan kecupan Ibu saat itu tak seperti dulu. Dekapannya yang erat tiba-tiba membuatku dejavu, aku merasa kembali ke masa ku kanak-kanak dulu. Ketika aku begitu dekat dengan Ibu. Ketika aku adalah sau-satunya orang yang mampu membuat Ibu tersenyum.

Entahlah, mengapa pagi itu terasa begitu berbeda dari biasanya. Kemudian ditatapnya mataku dan serrrrrr, ada gelombang kehangatan di sana. Getaran Cinta yang begitu dalam dari sinar matanya. Embun matanya tiba-tiba keluar dengan sendirinya. Ibu menatapku begitu lekat, seperti ada yang hendak dikatakannya. Akupun membiarkan perlakuan Ibu pagi itu pada ku. Entah kenapa, biasanya memegang sedikit saja tanganku aku seperti tak rela, ku tepis jauh-jauh tangannya. Tapi sekarang aku melemah, melunak, seperti ada ikatan dahsyat pada tubuhku yang membuat aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Akupun merasakan sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya, seperti ada sesuatu yang telah lama hilang dari hatiku kemudian baru dimunculkan lagi saat ini. Sebuah perasaan rindu yang telah lama terpendam tapi tak bisa dikeluarkan. Hatiku terasa sangat sakit, seperti ditusuk-tusuk jarum. Sakit sekali. Entah, entah kenapa.

***

Kegiatan di kampus setelah mata kuliah pak Dodo begitu padat. Apalagi aku yang memegang jabatan sebagai salah satu pengurus BEM-U, sungguh sibuk. Tetapi beruntung sekali aku, jarang sekali aku menemukan kesulitan baik dalam belajar maupun berorganisasi. Bahkan aku mendapatkan beasiswa yang jumlahnya lumayan untukku shopping di mall bersama teman-temanku. Layaknya anak orang kaya. Walaupun sebenarnya hampir setiap malam libur aku dalam kondisi mabuk, tapi tak ada satu orangpun yang meengetahuinya. Mungkin dewa Fortuna sedang berpihak padaku. Hari-hariku begitu penuh keberuntungan, tentunya dengan usahaku sendiri, walaupun sebenarnya aku jarang sekali belajar. Mungkin inilah yang disebut dengan keberuntungan hidup.

Toh tanpa doa dari seorang Ibu yang kerjanya memarahiku setiap hari itu aku bisa sukses dengan usahaku sendiri.

Persepsi yang salah menurutku kalau doa Ibu itu sangat manjur. Buktinya saja Ibuku, pasti karena kekesalan hatinya terhadapku dia mendoakan aku agar jadi anak yang celaka dan tidak dimudahkan dalam setiap urusan. Hah, sayang sekali Ibu, doamu itu tak pernah manjur!

Hari ini teman satu gank ku ada yang night party lagi dirumahnya. Akupun tak mau menyia-nyiakan kesempatan bagus ini. Tapi bukannya tadi aku sudah janji sama ibu untuk pulang lebih awal? Ah sudahlah, nanti bisa ku jelaskan padanya. Toh, besok-besok juga masih bisa kok. Maaf Ibu, Amah gak bisa pulang. Jadi, jangan berharap banyak ya. Begitulah pesan singkat yang kukirimkan melalui SMS kepaa Ibu.

Tak lama kemudian ada balasan, nak, tolong sekali ini saja pulanglah lebih awal ya. Kan tadi sudah janji sama ibu. Setelah ini Ibu takkan menuntut lagi.

Hah, baiklah, kataku dalam hati. Mungkin aku akan pulang hari ini, tapi takkan lebih awal.

Huuw, indahnya malam ini. Night party dirumah temanku yang merupakan anak konglomerat ini sangat mengasyikkan. Tak ingin rasanya meninggalkan pesta begitu saja. Dari tadi kurasakan hp dikantong bajuku bergetar, mungkin sms dan telepon dari Ibu. Ya benar, dari tadi Ibu tak berhenti-hentinya menelpon dan meng-SMS i ku. Tetapi Smsnya tak ada yang kubuka, dan telponnya tak ada yang ku angkat. Malas!Telepon itu baru berhenti sekitar pukul 2 pagi. Ibu tak henti-hentinya menelponku dari pukul 7 malam hingga pukul 2 pagi.

Saat tak kurasakan lagi getaran handphone di kantong bajuku. Aku tiba-tiba bergegas ingin pulang, rasa kemanusiaanku masih ada. Kasihan juga Ibu menungguku terlalu lama. Malam ini tak seperti malam biasanya, aku tak mau mabuk. Tapi saat ku ingin pulang, teman-temanku berusaha menghalang-halangiku. Mereka memelas memohon padaku. Yah sudahlah, daripada nanti aku dikeluarkan dari gank mereka. Lebih baik aku turuti saja maunya. Dan akhirnya, aku baru pulang pagi, esok harinya.

***

Saat hendak memasuki halaman rumahku, begitu banyak tetangga yang datang. Kebanyakan dari mereka mengenakan busana muslim. Kemudian kulihat, ada seorang bapak-bapak yang menancapkan bendera kuning dirumahku. Tiba-tiba ada sentakan kuat dalam hatiku, sentakan dahsyat seperti aliran listrik 50 watt di jantungku.

Embun-embun basah tak kusadari memenuhi pipiku. Entah, aku tak tahu apa yang terjadi. Aku tak pernah menangis sebelum ini. Bahkan tak mengerti apa sebabnya sama sekali yang membuat aku berederai air mata.

Dengan perasaan cemas dan takut, kulangkahkan kakiku masuk kerumah. Kulihat para tetangga sudah memenuhi ruang tamuku yang sesak. Ku lihat sesosok tubuh terbaring kaku di sana. Ibu....

Tiba-tiba saja segala persendian ku menjadi lemas dan kaku. Aku seperti tak bisa bergerak lagi, tak bisa berkata apa-apa.

Akupun dibimbing para tetangga untuk melihatnya secara dekat. Bertubi-tubi kalimat yang diluncurkan oleh ibu-ibu yang mungkin tetanggaku itu agar aku sabar.

Perlahan-lahan kulihat wajahnya...

Ada sentakan lagi di hatiku yang membuat air mataku berderai lebih deras. Aku tak kuat lagi. “Ibuuuuu...................” teriakku. “Ibu, maaf.. Maaf atas janji Amah yang tak sempat Amah penuhi untuk Ibu. Mungkin perasaan Ibu saat itu sangat sakit. Amah benar-benar anak durhaka Ibu, Amah tak pernah memikirkan perasaan Ibu. Amah menganggap Ibu hanyalah pengganggu hidup Amah selama ini. Amah salah Ibu, Amah sadar,,, Ibulah yang terpenting dalam hidup Amah. Selama ini Amah sudah melakukan kesalahan besar pada Ibu. Tak terhitung berapa liter air mata yang sudah Ibu habiskan karena Amah. Ibu selalu menangis karena Amah. Amah baru menyadari bahwa sosok yang selama ini begitu Amah rindukan adalah Ibu, yang selalu Amah nantikan di setiap pagi indah Amah adalah dekapan hangat dari Ibu, seperti pagi kemarin Ibu... Andai saat ini Ibu dapat mendengar semuanya bahwa Amah menyesal ibu...menyesal...tapi semua telah terlambat. Tak ada lagi senyuman hangat yang selalu menyambut pagiku. Tak ada lagi omelan-omelan yang sesungguhnya adalah seluruh perhatian dan cinta ibu kepadaku.....aku, aku.....” aku tak kuat lagi melanjutkan kata-kataku. Seketika sempat terbesit dipikiranku. Aku ingin Ibu hidup kembali. Mengulang semuanya dari awal.Tapi takkan mungkin bisa, nyawanyatelah lepas dari badannya. Aku hanya bisa menyesal dan terdiam bagai sampah yang sangat busuk dan kotor. Para tetangga terdiam melihatku, tak ada yang berani berbicara. Mereka memang sudah tahu dengan kebiasaanku yang selalu melawan Ibu.

Pemakaman Ibu prosesnya begitu cepat, tak ada hambatan sama sekali.

Akupun pulang kerumah dengan langkah gonati dan lesu. Beberapa tetangga masih ada yang menjaga dirumahku. Berjaga-jaga agar aku tidak begitu tertekan dengan keadaanku yang sendirian saat ini.

Kulihat sekitar rumahku, sunyi. Hatiku masih terasa hampa, kosong. Sepertinya aku tak ada semangat hidup lagi.

Kulangkahkan kakiku ke dapur, kulihat sebuah kue tar yang sangat cantik tergeletak disana, diatas kue itu bertuliskan Met Ultah ya Anakku yang paling Ibu sayangi..

Tiba-tiba, keluar lagi air mataku yang telah kukeluarkan seharian tadi. Aku menangis sejadi-jadinya. Bahkan aku sendiri pun lupa dengan hari ulang tahunku sendiri. Aku lupa, tapi ibu, Ibu yang selalu kusakiti hatinya, Ibu yang kukecewakan karena janjiku padanya tak pernah kutepati, adalah satu-satunya orang yang ingat dan paling antusias dengan hari lahirku. Aku lupa, kalau nama ku Marhamah, yang artinya kasih sayang. Tak pernah kuberikan kepada ibu arti namaku, padahal yang Ibu harapkan sebenarnya adalah kasih sayang dari ku saat memberikan namaku. Nama yang begitu cantik dan indah maknanya, tapi tak pernah ku sadari sebelumnya.Tak kuat aku menahan semuanya, kulihat di pinggir kue ulang tahun itu ada sebuah surat bertuliskan untukku, isinya..

***

Untuk Anak Ibu yang semoga selalu dilimpahkan rahmatnya oleh Allah...

Nak, sebelumnya ibu ingin mengucapkan selamat ulang tahun ya. Ibu senang sekali ketika pagi tadi Amah tidak menolak ketika Ibu peluk dan ibu kecup keningnya. Rasanya ada berjuta-juta bunga menghampiri ibu. Ibu merasakan kebahagiaan yang sangat luar biasa. Ibu merasa seperti orang yang diberikan kebahagiaan paling indah di dunia oleh Allah...

(Aku pun berhenti sejenak, menghapus air mata yang terus mengalir di pipiku..)

Hanya satu pesan ibu nak, nanti, ketika ibu tak ada lagi di dunia ini, jadilah wanita tegar dan mandiri ya. Jangan pernah engkau tangisi kepergian ibumu ini. Ibu takkan senang melihat kau menangis. Tertawalah anakku, lakukan apa yang kau suka. Tapi ingatlah, dalam hidup, kita mempunyai tanggung jawab yang lebih besar kepada Allah. Karena Dia lah yang telah mengatur semua tentang kita. Mengatur hidup dan mati kita. Jangan pernah kau tinggalkan Tuhanmu barang sedikit saja. Karena hanya Dialah penyejuk jiwa. Penyejuk dari segala dahaga dan kehampaan hidup. Maha melihat dan mendengar apa yang telah kau lakukan selama kau hidup di dunia yang fana ini.

Oh ya, ibu ingin sekali melihat anak ibu tersayang berhasil nantinya, dan membangun keluarga yang mawaddah, warahamah. Janji ya!

Sekian dulu anakku tersayang. Cinta ibu tak kan pernah bergeser sedikitpun kepadamu sampai akhir hayat ibu, selamanya....

Yang begitu menCintaimu

-Ibu-

“ ya Allah....” saat itu secara spontan, Allah, rabb ku, yang telah lama aku tinggalkan sejak aku menduduki bangku kuliah kini hadir kembali di hatiku. Bagaikan siraman air hangat yang wanginya semerbak menyirami tubuhku ketika aku menyebut nama-Nya. Sebuah lecutan energi yang entah darimana asalnya.

Bergegas aku menuju ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Ku lihat waktu menunjukkan 6.30 sore, masih ada waktu untuk menunaikan shalat maghrib. Ku ambil lagi mukenahku yang masih terlipat rapi di lemari paling bawah. Ku hadapkan tubuhku menghadap kiblat. Maaf,ampuni aku Rabb... telah terlalu lama aku melupakan-Mu Tuhanku...

Aku pun shalat untuk pertama kalinya, setelah setahun meninggalkannya. Naudzubillah... sudah sangat lama.. dan Alhamdulillah, bacaannya tak ku lupa sedikitpun.

Di akhir shalat, tak henti-hentinya aku berdoa, memohon ampunan pada Allah atas segala dosa dan salah yang pernah aku lakukan. Aku harus berubah, aku tak mau mengecewakan ibu. Aku akan menjadi anak shalehah yang akan selalu mendoakan ibunya. Yang akan terus melanjutkan perjuangan ibu walaupun sendirian. Aku baru sadar, betapa ibu adalah sosok yang sangat kuat dan tegar, dia masih sanggup bertahan dengan keadaan tak bersuami dan dengan anak yang selalu mendzalimi dirinya. Astaghfirullahalazim...

“Astaghfirullah, Astaghfirullahalazim... ya Allah, mengapa, mengapa penyesalan itu selalu lambat datang kepadaku, disaat aku baru menyadari semuanya begitu berarti, kau hilangkan mereka semua dari hidupku. Inikah ganjaran untukku? Inikah ganjaran yang pantas atas semua kesalahanku.... jika memang ini adanya, aku ikhlas ya Allah. Ikhlas.... tapi janganlah Engkau tambahkan lagi di akherat ya Allah. Aku mohon ampun, aku menyesal. Aku bertobat. Taubatan Nasuha Ya Allah. Telah begitu lama aku melupakan-Mu..... Ampuni ya Allah, ampuni dosa Ibuku dan juga Bapakku, pertemukanlah kami nantinya di Surga bersama-sama. Di surga-Mu yang indah itu. Terima kasih ya Allah, terima kasih atas sesosok manusia berhati malaikat yang kau kirimkan padaku untuk menjagaku, menemani setiap hariku, baik suka maupun duka, mengenalkanku kepada-Mu, dan memberikan rasa Cinta dan kasih sayangnya yang begitu tulus kepadaku.. Berikan aku ketegaran, keshalihan, kumpulkan aku bersama hamba-hambamu yang shaleh ya Allah. Biarkan aku hidup dalam rasa Cinta dan kasih hanya untuk diri_Mu....... kabulkanlah ya Rabb, kabulkanlah...amin, ya rabbal alamin...”

***

Pagi ini, langit begitu indahnya. Tak seperti biasanya, hatiku terasa begitu bahagia. Gaun yang kukenakan saat ini sangat pas ditubuhku. Tak sempit dan tak juga kebesaran. Tak melanggar syar’i busana muslimah yang kukenakan selama ini. Beberapa kali aku berkaca melihat penampilanku, cantik. Beberapa kali juga teman-teman akhwatku tertawa geli melihat tingkahku yang sangat lucu pagi itu.

Rasa gugup, cemas, bahagia, bercampur jadi satu. Hari ini adalah hari paling bersejarah bagiku. Hari Pernikahanku. Ya, hari pernikahanku dengan seorang pemuda tampan nan sholeh akhlak dan pribadinya, pendiri sebuah pondok pesantren di salah satu wilayah pulau Sumatera. Sosok orang yang nantinya akan membimbingku menuju jannah_Mu , dan mengumpulkan kami bersama, bersama ibu..

Ibu, lihatlah kini anakmu. Sebentar lagi akan mewujudkan cita-citamu. Ibu akan melihat ku dari alam sana dengan penuh senyuman. Melihatku memiliki keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah...

_Cintai Ibu, dan berikan kasih sayangmu padanya, sebelum penyesalan itu tiba.._

Pro-Kontra Dalam Pembentukan Badan Hukum Pendidikan


Sejauh ini, kritik atas Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan hanya sebatas dan terfokus pada konsekuensi atau akibat dari pemberlakuan BHP, bukan pada detail substansinya. Hal ini tentunya banyak menimbulkan ketimpangan di masyarakat secara umum yang tidak mengerti mengenai penyelenggaraan RUU BHP ini secara jelas.

Berbagai kontra dilayangkan untuk menghapuskan BHP ini pada sistem pendidikan di Indonesia. Oleh masyarakat umum, BHP dikhawatirkan mendorong privatisasi, menghilangkan eksistensi yayasan, menghindarkan pemerintah dari tanggung jawab pembiayaan. Meski dilatari upaya kritis, kekhawatiran ini, harus dikatakan, tidak berdasar!

Karena pada kenyataannya, dalam RUU BHP itu sendiri berisikan mengenai rincian alat-alat kelembagaan, struktural, dan kewenangan institusi pendidikan untuk bersikap mandiri dan otonom serta tidak tergantung pada pemerintah agar dapat bersaing secara global demi kemajuan negeri itu sendiri. Ia bersifat teknis dan tidak secara pokok menyinggung pengalihan tanggung jawab pembiayaan pendidikan. Penegasan pihak pemerintah, RUU BHP tak terkait pendanaan, kiranya sudah tepat.

Karena bila dilihat secara tekhnis dari Dikti, dalam RUU BHP, 2/3 dari keseluruhan biaya yang termasuk biaya operasional, investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan sesuai standar pelayanan minimal ditanggung oleh pemerintah. Sedangkan peserta didik hanya membayar 1/3 dari biaya operasional.

Walaupun demikian, RUU BHP masih sarat persoalan. Karena belum memancarkan visi pembangunan pendidikan nasional sebagai infrastruktur proses perubahan masyarakat. Dan sebenarnya, persoalan utamanya adalah keringnya perspektif dalam melihat BHP sebagai otonomi pendidikan yang dapat membawa pendidikan secara global.

Kelemahan dari RUU BHP itu sendiri terletak pada sosialisasi kepada masyarakat serta ketimpangan dalam hal konsepsi makna dan peran lembaga pendidikan formal dalam dinamika masyarakat saat ini. Karena sesuai dengan fungsi awalnya, BHP merupakan badan yang dirancang demi pelayanan prima kepada peserta didik secara otonomi dan manajemen berbasis sekolah.

Namun sama sekali tidak diuraikan pada konteks masyarakat secara umum, seperti apakah otonomi pengelolaan organisasi pendidikan diperlukan serta alasan mengapa BHP dianggap sebagai bentuk terbaik dalam memberikan pelayanan pendidikan yang prima. Dengan kata lain, alasan keberadaan BHP tidak dijelaskan secara pokok dan meluas. Hal ini menguatkan kesan bahwa penyusunan BHP tidak secara integral dan mendalam.

Kontra-kontra yang terjadi kebanyakan berasal dari masyarakat menengah kebawah, karena akan membawa pendidikan sebagai suatu komoditas yang mahal dan membuka penanaman modal asing untuk pendidikan di Indonesia.

Masalah penyelewengan dana dan ketidakmampuan dalam membayar , yang paling banyak menjadi kontra. Bila ditinjau lebih dalam, rumusan RUU BHP sendiri sebenarnya menekankan sistem pembiayaan yang adil antara yang mampu dan tidak mampu bukan pemerataan pembiayaan. Karena dalam penyelenggaraannya tak adil jika yang mampu sama dengan yang tidak mampu dalam hal pembiayaan. Yang kaya atau mampu, membayarkan biaya operasional sesuai dengan yang telah ditetapkan, sedangkan yang kurang mampu nantinya akan mendapatkan beasiswa. Jadi, yang mampu akan membayar pendidikan dengan mahal, tetapi yang tidak mampu dijamin untuk tetap bisa kuliah.

Meskipun demikian, persoalan BHP ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, banyak alasan lain yang membuat RUU BHP ini sulit disahkan.

Ya! Meskipun dapat dikatakan “baik”, penyelenggaraan RUU BHP ini menimbulkan banyak sisi negatifnya bagi kalangan mahasiswa, diantaranya, BHP ini akan membuat biaya pendidikan semakin mahal, karena dana pendidikan dari pemerintah dikurangi jumlahnya, akan adanya usaha kampus untuk menutupi dana tersebut dengan mengadakan Ujian Mandiri (UM). Ujian Mandiri dinilai dapat menutupi biaya pendidikan karena calon mahasiswa yang mendaftar akan dikenakan biaya yang cukup mahal sehingga jangan heran jika suatu saat pendidikan di Indonesia hanya diperuntukkan oleh orang-orang kaya saja.

Dampak negatif lainnya adalah ketika suatu kampus yang awalnya begitu tunduk dalam suatu aturan dari pemerintah kemudian diberi kebebasan maka seakan-akan muncul suatu euphoria. Misalnya, aset-aset kampus bukan diberdayakan untuk pendidikan, malah nantinya dijadikan sebagai ladang bisnis. Kebanyakan mahasiswa sendiri menilai BHP memang ingin menjadikan pendidikan sebagai lahan bisnis!

Selain itu, kontra yang ditimbulkan kebanyakan dari kalangan mahasiswa. Jika saja BHP ini diberlakukan maka kemungkinan kenaikan SPP akan terjadi, karena kampus telah berubah menjadi badan yang otonom. Jika pengelola institusinya bagus dan memiliki komitmen untuk tidak akan membebani mahasiswa maka itu tidak jadi masalah. Apabila kenaikan SPP benar-benar terjadi, kemungkinan akan ada mahasiswa yang kurang mampu yang di-drop out dari kampus. Dengan diberlakukannya BHP maka pendidikan hanya akan berlaku bagi orang yang memiliki uang saja.

Pendidikan bagus membutuhkan biaya yang tinggi memang fakta, hal ini terjadi karena dana yang diberikan pemerintah untuk pendidikan banyak yang tidak tersalurkan atau bisa dibilang dikorupsi! Jika saja BHP ini benar terbentuk, mahasiswa menuntut tidak ada penyimpangan dan kecurangan dalam kerjanya. Sebaliknya jika BHP tersebut tidak bekerja dengan benar serta banyak penyimpangan dan kecurangan maka mahasiswalah yang akan bertindak! dalam arti menuntut kinerja yang lebih baik dari BHP.

Suatu hal yang wajar jika suatu kebijakan dari pemerintah diwarnai kritikan oleh mahasiswa, terlebih lagi kebijakan tersebut mengenai pendidikan yang dampaknya langsung dirasakan oleh mahasiswa. Apapun keputusannya, disahkan atau tidak BHP ini, sebagai mahasiswa harus dapat menerima dan tetap kritis jika ada penyimpangan dan kecurangan dalam sistem BHP ini dengan menyalurkan aspirasi mereka ke lembaga terkait secara damai tanpa tindakan anarkis.